PENDIDIKAN KEWARGAAN
Civic education Drs.
H. A. Nawawi, M. Si
Disusunoleh :
Kelompok 1
1.
ABDUL HAFID ASOFY : 13.12.3150
2.
ABDUL WAHAB SYA’RANI : 13.12.3151
3.
ADI ISWANDI : 13.12.3152
4.
AHMAD ATHOILLAH : 13.12.3153
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) DARUSSALAM
MARTAPURA
2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T dengan Taufik dan Hidayah Nya makalah
ini dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Sholawat dan Salam
tak lupa juga kami curahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad S.A.W, seluruh keluarganya, para sahabat-sahabatnya
dan pengikut beliau hingga akhir zaman, yang dengan berkat mereka kita semua
bisa terbebas dari jurang kebodohan sehingga kita mengetahui dan menemukan
sumber hukum-hukum baru.
Pada
kesempatan ini tak lupa kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besar nya kepada
bapakDrs. H. A. Nawawi, M. Si selaku Dosen
mata Kuliah “Civic Education”
yang telah membimbing kami dalam prose pembelajaran. Dan tak lupa kami
ucapkan terimakasih kepada rekan-rekan dari kelompok 1, yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Akhir
nya semoga ALLAH S.W.T memberikan curahan ilmuNya kepada kita semua dan semoga
kita diberi Taufiq mengamalkan apa yang diperintahkan dan menjauhi segala apa
yang dilarangNya, mudah-mudahan tulisan sederhana ini bisa memberi manfaat kepada
kita semua aamin yaa Robbal `Aalamiin...
Martapura, Oktober 2013
Tim
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I : PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG...............................................................................................1
B. TUJUAN MAKALAH............................................................................................... 1
C. RUMUSAN MASALAH........................................................................................... 1
A.LATAR BELAKANG...............................................................................................1
B. TUJUAN MAKALAH............................................................................................... 1
C. RUMUSAN MASALAH........................................................................................... 1
BAB II :PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KEWARGANEGARAAN...............................................................2
B. TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN...............................................
2
C.
SEJARAHIPENDIDIKANIKEWARGANEGARAAN............................................
3
D.
PERKEMBANGAN MATERIPENDIDIKANKEWARGANEGARAAN............. 3
E.
LAHIRNYA ERA
DEMOKRASI................... .........................................................
4
F.
DEMOKRASI.........................................................................................................
5
G.
PROSESTRANSISI
DEMOKRASI INDONESIA...................................................
6
H.
PILARPENEGAKANDEMOKRASIBERKEADABAN....................................... 7
I.
HAKIKAT
PENDIDIKAN........................................................................................
8
BAB III : PENUTUP
A. KESIMPULAN................................................................................................. 11
B. DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting untukmempertahankan
kelangsungan demokrasi konstitusional. Sebagaimana yang selama ini dipahami
bahwa etos demokrasi
sesungguhnya tidaklah diwariskan, tetapi dipelajari dan dialami. Setiap
generasi adalah masyarakat baru yang harus memperoleh pengetahuan, mempelajari
keahlian, dan mengembangkan karakter atau watak publik maupun privat yang
sejalan dengan demokrasi konstitusional. Sikap mental ini harus dipelihara dan
dipupuk melalui perkataan dan pengajaran serta kekuatan keteladanan. Demokrasi
bukanlah “mesin yang akan berfungsi dengan sendirinya”, tetapi harus
selalu secara sadar direproduksi dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
B. TujuanPembahasan
1.
Materi
pendidikan kewarganegaraan mengajarkan mahasiswa untuk mengenal
aturan dasar kewarganegaraan.
2.
Mendidik
mahasiswa agar memiliki toleransi dan tenggang rasa terhadap sesama warga negara.
3.
Menumbuhkan
rasa cinta tanah air, dengan demikian para penerus bangsa ini dengan sendirinya
akan membangun suatu negara yang besar, kuat bersih serta di dukung dengan
dasar–dasar dari sebuah Pancasila.
4.
Dengan rasa kewarganegaraan
yang tinggi, tidak akan membuat kita goyah dengan iming–iming kejayaan atau kekuasaan
yang sifatnya hanya sementara.
C. Rumusan Masalah
a)Apakah pengertian dari
Kewarganegaraan ?
b)Apakah tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan ?
c)Bagaimanakah perkembangan
Pendidikan Kewarganegaraan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PengertianKewarganegaran
Kewarganegaraandalambahasalatindisebutkan “Civis”,
selanjutnyadari kata “Civis” inidalambahasaInggristimbulkata ”Civic”
artinyamengenaiwarganegaraataukewarganegaraan. Dari kata “Civic” lahir
kata “Civics”, ilmukewarganegaraandanCivic Education,
PendidikanKewarganegaraan.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003
tentangSistemPendidikanNasionaldinyatakanbahwa di setiapjenis, jalurdanjenjangpendidikanwajibmemuatterdiridariPendidikanBahasa, Pendidikan Agama, dan Pendidikan
Kewargakenegaraan.
Kep..Mendikbud No.
056/U/1994
tentangPedomanPenyusunanKurikulumPendidikanTinggidanPenilaianHasilBelajarMahasiswamenetapkanbahwa
“PendidikanPancasila, Pendidikan Agama,
danPendidikanKewarganegaraantermasukdalam Mata KuliahUmum (MKU)
danwajibdiberikandalamkurikulumsetiap program studi”.
Denganpenyempurnaankurikulumtahun 2000, menurutKep.Dirjendikti No. 267/Dikti/2000 materiPendidikanKewiraandisampingmembahastentangPPBNjugamembahastentanghubunganantarawarganegaradengannegara.Sebutan Pendidikan Kewiraan diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan.
Denganpenyempurnaankurikulumtahun 2000, menurutKep.Dirjendikti No. 267/Dikti/2000 materiPendidikanKewiraandisampingmembahastentangPPBNjugamembahastentanghubunganantarawarganegaradengannegara.Sebutan Pendidikan Kewiraan diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan.
Materi pokok Pendidikan Kewarganegaraan adalah tentang
hubungan warga negara dengan negara, dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara
(PPBN).
B. Tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan
Berdasarkan.Kep..Dirjen.Dikti.No..267/Dikti/2000,.tujuan.Pendidikan.Kewarganegaraan mencakup:
1..Tujuan.Umum
Untukmemberikanpengetahuandankemampuandasarkepadamahasiswamengenaihubunganantarawarganegaradengannegaraserta
PPBN agar menjadiwarganegara yang diandalkanolehbangsadannegara.
2. Tujuan
Pembelajaran Bagi Warga Negara
Menumbuhkan wawasan dan kesadaran
bernegara, juga sikap dan perilaku cinta tanah air yang bersenikan budaya
bangsa.
3. TujuanPendidikanNasional
Untukberkembangnyapotensiwarga
agar menjadimanusia yang berimandanbertakwakepadaTuhan Yang Maha Esa, yang berakhlakmulia, sehat,
berilmu, mandiri, danmenjadiwarganegara yang demokratisdanbertanggungjawab.(Pasal
3 UU RI 20 tahun 2003 tentangsisdiknas).
C.. SejarahiPendidikaniKewarganegaraan
PendidikanKewiraandimulaitahun
1973/1974, sebagaibagiandarikurikulumpendidikannasional,
dengantujuanuntukmenumbuhkankecintaanpadatanah air dalambentukPPBN( Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara ) yang dilaksanakan dalam dua tahap,
yaitu tahap awal yang diberikan kepada peserta didik SD sampai sekolah menengah
dan pendidikan luar sekolah dalam bentuk pendidikan kepramukaan, sedangkan PPBN
tahap lanjut diberikan di PT dalam bentuk pendidikan kewiraan.
D.
PerkembanganMateriPendidikanKewarganegaraan
1. Awal 1979, materi disusun oleh Lemhannas dan Dirjen Dikti
yang terdiri dari Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, politik dan Strategi
Nasional, Politik dan Strategi Pertahanan dan Keamanan Nasional, sistem
Hankamrata. Mata
kuliahinibernamaPendidikanKewiraan.
2.
Tahun 1985,
diadakan penyempurnaan oleh Lemhannas dan Dirjen Dikti, terdiri atas pengantar
yang bersisikan gambaran umum tentang bahan ajar PKn dan interelasinya dengan
bahan ajar mata kuliah lain, sedangkan materi lainnya tetap ada.
3. Tahun 1995, nama mata kuliah berubah menjadi Pendidikan
Kewarganegaraan yang bahan ajarnya disusun kembali oleh Lemhannas dan Dirjen
Dikti dengan materi pendahuluan, wawasan nusantara, ketahanan nasional, politik
strategi nasional, politik dan strategi pertahanan dan keamanan nasional,
sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta.
4.
Tahun 2001,
materi disusun oleh Lemhannas dengan materi pengantar dengan tambahan materi
demokrasi, HAM, lingkungan hidup, bela negara, wawasannusantara,
ketahanan nasional,gpolitikgdangstrategihnasional.
5.
Tahun 2002,
Kep. Dirjen Dikti No. 38/Dikti/Kep/2002 materi berisi pengantar sebagai kaitan
dengan MKP, demokrasi, HAM, wawasan nusantara, ketahanan nasional, politik dan
strategi nasional.
E. Lahirnya Era Demokrasi
KeruntuhanrezimOrdeBarupadapertengahantahun
1988, merupakanbabakbarudalamkehidupanketatanegaraan di Indonesia,
yaituberakhirnya era otoriterdanlahirnya era
demokratisasi.Transisitatapemerintahandankenegaraanmenuju era demokratisasiditandai
paling tidakolehbeberapahalyaitu :
(a) lahirnya kepemimpinan politik nasional yang dipilih
melaui mekanisme demokrasi yaitu proses pemilu yang dalam sejarah Indonesia
dipandang sangat bebas, jujur dan adil serta demokratis;
(b) proses pemilihan kepemimpinan politik nasional dalam
sidang umum MPR tahun 1999 yang juga berlangsung sangat demokratis;
(c) terjadinya peralihan kekuasaan politik dari
Abdurrahman Wahid kepada Megawati dalam forum Sidang Istimewa MPR tahun 2001
juga berlangsung damai.
Momentum historis itu sangat berguna bagi terselenggaranya
tata kehidupan politik kenegaraan di tanah air lebih baik. Namun demikian,
proses dan tata kehidupan politik yang telah berjalan dalam usia relatif dini
nampaknya belum memberikan dampak yang menggembirakan dan menunjukan tanda-tanda yang meyakinkan
(convincing signs), karena masih
ditemukan beberapa tindakan kontra-produktif dan destruktif seperti tindakan
pelanggaran HAM, kecenderungan tindakan yang mengarah pada “destabilisasi”, kecenderungan tindakan
mobokrasi, tindak kekerasan, rendahnya penegakan hukum bagi para pelaku
pelanggaran HAM, penyalahgunaan kekuasaan, masih maraknya tindak korupsi,
tingginya pertentangan antara legislatif dengan yudikatifdalam kerangka otonomi
daerah dan sebagainya.
F.
Demokrasi
Demokrasimenurut
Prof. Dr. A. Syafi’iMa’arifbukansebuahwacana, polapikiratauprilakupolitik yang
dapatdibangunsekalijadi, bukan pula “baranginstan”.Demokrasimenurutnyaadalah
proses yang masyarakatdan Negara berperan di
dalamnyauntukmembangunkulturdansistemkehidupan yang dapatmenciptakankesejahteraan,
menegakankeadilanbaiksecarasosial, ekonomimaupunpolitik. Dari sudut pandang tersebut, demokrasi dapat tercipta
bila masyarakat membangun kesadaran sendiri tentang pentingnya demokrasi dalam
kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara. Sebaliknya, Negara sebagai
instrument politik dan ekonomi suatu bangsa juga harus memiliki kemauan politik
(political will) dan tindakan politik
(political action) untuk mendukung
terwujudnya demokrasi.
Proses demokrasi yang baru “seumur jagung” dialami bangsa
Indonesia dalam era transisi ini berada dalam situasi carut marut, karena
sebagian komponen bangsa masih menunjukan dan mepertontonkan prilaku anarkis,
akrobat politik yang tidak berkeadaban dan prilaku destruktif lainnya baik oleh
kalangan elit politik dan pemerintahan maupun oleh massa. Sebagian besar
prilaku massa memahami dan menjalankan demokrasi sebagai ajang kebebasan yang
tanpa batas dan aturan, sedangkan sebagianprilaku elit politik yang seharusnya
memberi teladan demokrasi berkeadaban justru melakukan artikulasi politiknya
secara totaliter, intoleran yang pada akhirnya membuat rakyat miris, muak dan
apatis melihatnya. Hal itu terjadi, seperti dikatakan oleh Azyumardi Azra,
karena belum tumbuhnya demokrasi keadaban (civilitized
democracy) atau apa yang dikatakan oleh Robert W. Heffner sebagai keadaban
demokrasi (democratic civility).
Selain itu, masih ada pihak-pihak tertentu yang melakukan
pemaknaan demokrasi secara sepihak yaitu hanya menjadi jargon verbalistik,
jualan dan retorika politik kaum elit tetapi “jauh panggang dari api praktik
demokrasi”. Karena demokrasi dipahaminya hanya berada dalam alam utopia dan
idea, tidak dapat eksis dalam alam praksis. Daftar kemerosotan keadaban
demokrasi dapat dilihat dengan tidak berdayanya law and order di kalangan masyarakat luas, masih terpuruknya
kewibawaan aparatur penegak hukum dan keamanan, sehingga terjadi proses “hukum
dan pengadilan jalanan” terhadap orang – orang yang di sangka melakukan tindak
pidana dan criminal. Situasi demikian semakin membuat demokrasi terpuruk, yang
pada akhirnya justru akan menggerogoti iklim dan kultur demokratis itusendiri.
Dengan demikian, keadaan tersebut jelas tidak kondusif bagi transisi Indonesia
menuju demokrasi, karena demokrasi berkeadaban hanya dapat terwujud melalui
aktor – aktor demokrat dari kalangan elit politik dan masyarakatdalam berkata
dan bertindak yang mengedepankan moralitas politik.
G. Proses
TransisiDemokrasi Indonesia
Keberhasilantransisi
Indonesia kearahtatanandemokrasikeadaban yang lebih genuinedanotentikmerupakansuatu proses yang komplekdanpanjang.
Sebagai proses yang komplekdanpanjangtransis Indonesia
menujudemokrasikeadabantersebut, sebagaimanadikatakanolehAzyumardiazra,
mencakuptiga agenda besar yang berjalansecarasimultandansinergis. Pertama,
reformasi konstitusional (constitutional reforms) yang menyangkut perumusan kembali falsafah,
kerangka dasar dan perangkat legal sistem politik. Kedua, reformasi kelembagaan (institutional
reforms) yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga – lembaga
politik dan lembaga kenegaraan seperti MPR, DPR, MA, DPA dan sebagainya. Ketiga, pengembangan kultur atau budaya
politik (political culture) yang
lebih demokratis melalui pendidikan .
Jika pada point pertama dan kedua, reformasi dilakukan
pada tataran lembaga legislatif, eksekutif dan yudikati, maka menurut Azra,
pada point ketiga yakni pengembangan kultur demokratis harus dilakukan dengan
melibatkan semua segmen masyarakat mulai dari elit politik hingga rakyat awam.
Salah satu cara untuk mengembangkan kultur demokratis berkeadaban adalah
melalui Pendidikan Kewargaan (Civic
Education). Dengan demikian pendidikan (Pendidikan Kewargaan) bias menjadi
pilar kelima (the fifth estate) bagi
tegaknya demokrasi berkeadaban.
PendidikanKewargaan
(Civic Education)
dengandemikianharusmampumenjadikandirinyasebagaisalahsatuinstrumenpendidikanpolitik
yang mampumelakukanempowermentbagimasyarakat,
terutamamasyarakatkampusmelaluiberbagai program pembelajaran yang
mencerminkanadanyarekonstruksisosial (social
reconstruction).Dengan cara
demikian, berbagai patologi sosial (penyakit masyarakat) dapat dianalisis untuk
kemudian dicarikan solusi atau terapinya. Selain itu, Pendidikan Kewargaan (Civic Education) harus dapat pula
dijadikan sebagai wahana dan instrumen untuk melakukan social engineering salam rangka membangun social capital yang efektif bagi tumbuhnya kultur demokrasi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta tumbuhnya masyarakat
madani (civil society).
H. PilarPenegakanDemokrasiBerkeadaban
Untukmenjadipilarpenegakandemokrasiberkeadaban,
pendidikan (PendidikanKewargaan) haruskeluardarisistem yang oleh Paulo
Freiredisebutpendidikansistem bank (banking
system education) yaitusistempendidikan yang sangatrigid, otoriterdandoktriner.Sistempendidikangaya bank
tersebutmelahirkanbudayabisu (silent
culture), jugadapatmenjadikankendaraanpolitik, kepentingansuaturezim, arena
indoktrinasi, alatmelanggengkankekuasaansuaturezimdanpemasungankreativitasmanusia.
Dalamsistempendidikansepertiitu, proses yang berlangsunghanyalah proses
pengajaranyaitukegiatantransfer of
knowledge. Gambaranburuktentangpenyelenggaraanpendidikan di
atasmerupakanbuktiempirikadanyapemahaman yang salahterhadaphakikatpendidikan.Aktivitas pendidikan yang berbau paksaan tersebut harus
di ubah, yang menekankan kerja dan prestasi individual harus dilengkapi secara
berimbang dengan kerja dan prestasi kelompok. Dengan demikian, sebagaiman dikatakan
Mochtar Buchori, reformasi pendidikan merupakan suatu keharusan. Arah reformasi
pendidikan menurutnya diorientasikan pada restorasi budaya politik yaitu
pembentukan basic political competencies,
pengembangan budaya berpolitik yang santun, pengembangan tata kehidupan
bermasyarakat yang damai dan menghindari kekerasan (avoidance of violence), mengajak masyarakat menegakkan sendi –
sendi untuk menegakkan good and clean
governance, membangun masyarakat madani (civil society) yang mampu mengurus diri sendiri sambil mengawasi
pemerintah dan penciptaan kemampuan belajar (learning capacity) yang tinggi.
I. HakikatPendidikan
Hakikatpendidikanadalah proses pembelajaran yang
tidaksajapemberianpengetahuan, melainkanaktivitasuntukmembangunkesadaran,
kedewasaandankemandiriansertapembebasan. Kesadaran, kedewasaan kemandirian dan pembebasan merupakan tujuan inti
pendidikan dan demokrasi. Dengan demikian, batasan antara pendidikan dan
demokrasi terdapat titik temu yang sangat signifikan. Karena itu, pendidikan (Pendidikan
Kewargaan) yang merupakan pendidikan politik, pendidikan demokrasi dan
pendidikan HAM merupakan arena yang efektif dalam membangun mentalitas dan
kultur demokrasi berkeadaban. Hal itu sejalan denga misi sejarah (historical mission) dan tanggung jawab
fundamental dunia pendidikan (Pendidikan Kewargaan.
Pendidikan Kewargaan versi lain menyebutnya Pendidikan
Kewarganegaraan berlangsung dalam lingkup persekolahan dan luar sekolah. Pada
lingkup persekolahan, Pendidikan Kewargaan berlangsung sejak dini sampai
perguruan tinggi. Dengan demikian, Pendidikan Kewargaan di Perguruan Tinggi
pada dasarnya merupakan komponen utama
pendidikan demokrasi yang sengaja di rancang, dilaksanakan, dievaluasi dan
secara kreatif dikembangkan secara sinambung yang memusatkan perhatian pada
pengkajian konsep dan proses demokrasi, hak asasi manusia dan masyarakat madani
(Civil Society).
Menurut Azra, Pendidikan Kewargaan merupakan kebutuhan
mendesak bagi bangsa dalam membangun berkeadaban karena beberapa alasan. Pertama, meningkatnya gejala dan
kecenderungan political literacy,
tidak melek politik dan tidak mengetahui cara kerja demokrasi dan lembaga –
lembaganya di kalangan warga Negara. Kedua,
meningkatnya political apathism
yang ditunjukan dengan sedikitnya keterlibatan warga Negara dalam proses –
proses politik. Pembentukan warga Negara yang cerdas secara intelektual,
emosional dan sosial, memiliki keadaban demokratis dan demokrasi berkeadaban
merupakan tuntunan dan keniscayaan. Karena Pendidikan Kewargaan (Civic Education) merupakan sarana
pendidikan yang dibutuhkan oleh Negara – Negara demokrasi baru untuk melahirkan
generasi muda dan masyarakat luas yang mengetahui tentang pengetahuan, nilai –
nilai dan keterampilan yang diperlukan dalam mentransformasikan, mengaktualisasikan
dan melestarikan demokrasi.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
KewarganegaraandalambahasalatinyaitucivisdalambahasaInggrismenjadicivicartinyawarga Negara ataukewargaan,
selanjutnyalahir kata civicsyaituIlmuKewarganegaraandanCivic Education
(PendidikanKewarganegaraan).
PendidikankewarganegaraanawalterbentuknyaialahdengannamaPendidikanKewiraandimulaipadatahun
1973/1974
sebagaibagiandarikurikulumpendidikannasionaldengantujuanuntukmenumbuhkankecintaanpadatanah
air.
TujuanPendidikanKewarganegaraanada 3,
yaitu :
1.
TujuanUmum :
Untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada
mahasiswa mengenai hubungan antara warga Negara dengan Negara
2. Tujuan Pembelajaran Bagi Warga Negara :
Menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan prilaku
yang cinta tanah air
3. Tujuan Pendidikan Nasional :
Untuk
berkembangnya potensi warga agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan YME, yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pada
pertengahan tahun 1988 adalah masa runtuhnya rezim orde baru yaitu berakhirnya
era otoriter dan lahirnya era demokrasi. Demokrasi adalah proses yang
masyarakat dan Negara berperan di dalamnya untuk membangun kultur dan sistem kehidupan
yang dapat menciptakan kesejahteraan, menegakan keadilan baik secara sosial,
ekonomi, maupun politik
Proses transisi demokrasi Indonesia mencakup 3 agenda
besar yang berjalan secara simulan dan sinergis
1.
ReformasiKonstitusional (constitutional reforms)
2.
ReformasiKelembagaan (institutional
reforms)
3. Pengembangan Kultur Atau Budaya Politik (political culture)
Hakikatpendidikanadalah
proses pembelajaran yang tidaksajapemberianpengetahuan,
melainkanaktivitasuntukmembangunkesadaran, kedewasaandankemandiriansertapembebasan.
Kesadaraan, kedewasaan kemandirian serta pembebasan
merupakan tujuan utama inti pendidikan dan demokrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Rosyada, Dede, dkk. 2000. Pendidikan Kewargaan Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani.
Jakarta : ICCE UIN SyarifHidayatullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar