Rabu, 11 Juni 2014

Makalah Civic Education - Pengertian Pendidikan Kewargaan


PENDIDIKAN KEWARGAAN





Civic education                                                          Drs. H. A. Nawawi, M. Si




Disusunoleh :
Kelompok 1

1.       ABDUL HAFID ASOFY                 : 13.12.3150
2.       ABDUL WAHAB SYA’RANI        : 13.12.3151
3.       ADI ISWANDI                                : 13.12.3152
4.       AHMAD ATHOILLAH                  : 13.12.3153



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) DARUSSALAM MARTAPURA

2013/2014



KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T dengan Taufik dan Hidayah Nya makalah ini dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Sholawat dan Salam tak lupa juga kami curahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad S.A.W,  seluruh keluarganya, para sahabat-sahabatnya dan pengikut beliau hingga akhir zaman, yang dengan berkat mereka kita semua bisa terbebas dari jurang kebodohan sehingga kita mengetahui dan menemukan sumber hukum-hukum baru.
Pada kesempatan ini tak lupa kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besar nya kepada bapakDrs. H. A. Nawawi, M. Si  selaku Dosen  mata Kuliah “Civic Education”   yang telah membimbing kami dalam prose pembelajaran. Dan tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada rekan-rekan dari kelompok 1, yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Akhir nya semoga ALLAH S.W.T memberikan curahan ilmuNya kepada kita semua dan semoga kita diberi Taufiq mengamalkan apa yang diperintahkan dan menjauhi segala apa yang dilarangNya, mudah-mudahan tulisan sederhana ini bisa memberi manfaat kepada kita semua aamin yaa Robbal `Aalamiin...


Martapura, Oktober 2013

      Tim Penyusun






DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I : PENDAHULUAN
A.LAT
AR BELAKANG...............................................................................................1
B. TUJUAN MAKALAH
............................................................................................... 1
C. RUMUSAN MASALAH.........
.................................................................................. 1
BAB II :PEMBAHASAN
A.  PENGERTIAN KEWARGANEGARAAN...............................................................2
B.  TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN............................................... 2
C.  SEJARAHIPENDIDIKANIKEWARGANEGARAAN............................................ 3
D.  PERKEMBANGAN MATERIPENDIDIKANKEWARGANEGARAAN............. 3
E.   LAHIRNYA ERA DEMOKRASI................... ......................................................... 4
F.   DEMOKRASI......................................................................................................... 5
G.  PROSESTRANSISI DEMOKRASI INDONESIA................................................... 6
H.  PILARPENEGAKANDEMOKRASIBERKEADABAN....................................... 7
I.     HAKIKAT PENDIDIKAN........................................................................................ 8

BAB III : PENUTUP

A.    KESIMPULAN................................................................................................. 11
B.     DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 12




BAB I

PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang
Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting untukmempertahankan kelangsungan demokrasi konstitusional. Sebagaimana yang selama ini dipahami bahwa etos demokrasi sesungguhnya tidaklah diwariskan, tetapi dipelajari dan dialami. Setiap generasi adalah masyarakat baru yang harus memperoleh pengetahuan, mempelajari keahlian, dan mengembangkan karakter atau watak publik maupun privat yang sejalan dengan demokrasi konstitusional. Sikap mental ini harus dipelihara dan dipupuk melalui perkataan dan pengajaran serta kekuatan keteladanan. Demokrasi bukanlah “mesin yang akan berfungsi dengan sendirinya”, tetapi harus selalu secara sadar direproduksi dari suatu generasi ke generasi berikutnya.

B.      TujuanPembahasan
1.      Materi pendidikan kewarganegaraan mengajarkan mahasiswa untuk mengenal aturan dasar kewarganegaraan.
2.      Mendidik mahasiswa agar memiliki toleransi dan tenggang rasa terhadap sesama warga negara.
3.      Menumbuhkan rasa cinta tanah air, dengan demikian para penerus bangsa ini dengan sendirinya akan membangun suatu negara yang besar, kuat bersih serta di dukung dengan dasar–dasar dari sebuah Pancasila.
4.      Dengan rasa kewarganegaraan yang tinggi, tidak akan membuat kita goyah dengan iming–iming kejayaan atau kekuasaan yang sifatnya hanya sementara.

C.      Rumusan Masalah
a)Apakah pengertian dari Kewarganegaraan ?
b)Apakah tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ?
c)Bagaimanakah perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.           PengertianKewarganegaran
Kewarganegaraandalambahasalatindisebutkan “Civis”, selanjutnyadari kata “Civis” inidalambahasaInggristimbulkata ”Civic” artinyamengenaiwarganegaraataukewarganegaraan. Dari kata “Civic” lahir kata “Civics”, ilmukewarganegaraandanCivic Education, PendidikanKewarganegaraan.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentangSistemPendidikanNasionaldinyatakanbahwa di setiapjenis, jalurdanjenjangpendidikanwajibmemuatterdiridariPendidikanBahasa, Pendidikan Agama,  dan  Pendidikan  Kewargakenegaraan.
Kep..Mendikbud No. 056/U/1994 tentangPedomanPenyusunanKurikulumPendidikanTinggidanPenilaianHasilBelajarMahasiswamenetapkanbahwa “PendidikanPancasila, Pendidikan Agama, danPendidikanKewarganegaraantermasukdalam Mata KuliahUmum (MKU) danwajibdiberikandalamkurikulumsetiap program studi”.
Denganpenyempurnaankurikulumtahun 2000, menurutKep.Dirjendikti No. 267/Dikti/2000 materiPendidikanKewiraandisampingmembahastentangPPBNjugamembahastentanghubunganantarawarganegaradengannegara.
Sebutan Pendidikan Kewiraan diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan.
Materi pokok Pendidikan Kewarganegaraan adalah tentang hubungan warga negara dengan negara, dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).

B.            Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Berdasarkan.Kep..Dirjen.Dikti.No..267/Dikti/2000,.tujuan.Pendidikan.Kewarganegaraan mencakup:



1..Tujuan.Umum
Untukmemberikanpengetahuandankemampuandasarkepadamahasiswamengenaihubunganantarawarganegaradengannegaraserta PPBN agar menjadiwarganegara yang diandalkanolehbangsadannegara.

2. Tujuan Pembelajaran Bagi Warga Negara
Menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, juga sikap dan perilaku cinta tanah air yang bersenikan budaya bangsa.
3. TujuanPendidikanNasional
Untukberkembangnyapotensiwarga agar menjadimanusia yang berimandanbertakwakepadaTuhan Yang Maha Esa, yang berakhlakmulia, sehat, berilmu, mandiri, danmenjadiwarganegara yang demokratisdanbertanggungjawab.(Pasal 3 UU RI 20 tahun 2003 tentangsisdiknas).

C..     SejarahiPendidikaniKewarganegaraan
PendidikanKewiraandimulaitahun 1973/1974, sebagaibagiandarikurikulumpendidikannasional, dengantujuanuntukmenumbuhkankecintaanpadatanah air dalambentukPPBN( Pendidikan Pendahuluan Bela Negara ) yang dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap awal yang diberikan kepada peserta didik SD sampai sekolah menengah dan pendidikan luar sekolah dalam bentuk pendidikan kepramukaan, sedangkan PPBN tahap lanjut diberikan di PT dalam bentuk pendidikan kewiraan.

D.      PerkembanganMateriPendidikanKewarganegaraan
1.      Awal 1979, materi disusun oleh Lemhannas dan Dirjen Dikti yang terdiri dari Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, politik dan Strategi Nasional, Politik dan Strategi Pertahanan dan Keamanan Nasional, sistem Hankamrata. Mata kuliahinibernamaPendidikanKewiraan.

2.      Tahun 1985, diadakan penyempurnaan oleh Lemhannas dan Dirjen Dikti, terdiri atas pengantar yang bersisikan gambaran umum tentang bahan ajar PKn dan interelasinya dengan bahan ajar mata kuliah lain, sedangkan materi lainnya tetap ada.

3.      Tahun 1995, nama mata kuliah berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan yang bahan ajarnya disusun kembali oleh Lemhannas dan Dirjen Dikti dengan materi pendahuluan, wawasan nusantara, ketahanan nasional, politik strategi nasional, politik dan strategi pertahanan dan keamanan nasional, sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta.

4.      Tahun 2001, materi disusun oleh Lemhannas dengan materi pengantar dengan tambahan materi demokrasi, HAM, lingkungan hidup, bela negara, wawasannusantara, ketahanan nasional,gpolitikgdangstrategihnasional.

5.      Tahun 2002, Kep. Dirjen Dikti No. 38/Dikti/Kep/2002 materi berisi pengantar sebagai kaitan dengan MKP, demokrasi, HAM, wawasan nusantara, ketahanan nasional, politik dan strategi nasional.

E.      Lahirnya Era Demokrasi
KeruntuhanrezimOrdeBarupadapertengahantahun 1988, merupakanbabakbarudalamkehidupanketatanegaraan di Indonesia, yaituberakhirnya era otoriterdanlahirnya era demokratisasi.Transisitatapemerintahandankenegaraanmenuju era demokratisasiditandai paling tidakolehbeberapahalyaitu :
(a) lahirnya kepemimpinan politik nasional yang dipilih melaui mekanisme demokrasi yaitu proses pemilu yang dalam sejarah Indonesia dipandang sangat bebas, jujur dan adil serta demokratis;
(b) proses pemilihan kepemimpinan politik nasional dalam sidang umum MPR tahun 1999 yang juga berlangsung sangat demokratis;
(c) terjadinya peralihan kekuasaan politik dari Abdurrahman Wahid kepada Megawati dalam forum Sidang Istimewa MPR tahun 2001 juga berlangsung damai.
Momentum historis itu sangat berguna bagi terselenggaranya tata kehidupan politik kenegaraan di tanah air lebih baik. Namun demikian, proses dan tata kehidupan politik yang telah berjalan dalam usia relatif dini nampaknya belum memberikan dampak yang menggembirakan dan menunjukan tanda-tanda yang meyakinkan (convincing signs), karena masih ditemukan beberapa tindakan kontra-produktif dan destruktif seperti tindakan pelanggaran HAM, kecenderungan tindakan yang mengarah pada “destabilisasi”, kecenderungan tindakan mobokrasi, tindak kekerasan, rendahnya penegakan hukum bagi para pelaku pelanggaran HAM, penyalahgunaan kekuasaan, masih maraknya tindak korupsi, tingginya pertentangan antara legislatif dengan yudikatifdalam kerangka otonomi daerah dan sebagainya.
F.      Demokrasi
Demokrasimenurut Prof. Dr. A. Syafi’iMa’arifbukansebuahwacana, polapikiratauprilakupolitik yang dapatdibangunsekalijadi, bukan pula “baranginstan”.Demokrasimenurutnyaadalah proses yang masyarakatdan Negara berperan di dalamnyauntukmembangunkulturdansistemkehidupan yang dapatmenciptakankesejahteraan, menegakankeadilanbaiksecarasosial, ekonomimaupunpolitik. Dari sudut pandang tersebut, demokrasi dapat tercipta bila masyarakat membangun kesadaran sendiri tentang pentingnya demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara. Sebaliknya, Negara sebagai instrument politik dan ekonomi suatu bangsa juga harus memiliki kemauan politik (political will) dan tindakan politik (political action) untuk mendukung terwujudnya demokrasi.
Proses demokrasi yang baru “seumur jagung” dialami bangsa Indonesia dalam era transisi ini berada dalam situasi carut marut, karena sebagian komponen bangsa masih menunjukan dan mepertontonkan prilaku anarkis, akrobat politik yang tidak berkeadaban dan prilaku destruktif lainnya baik oleh kalangan elit politik dan pemerintahan maupun oleh massa. Sebagian besar prilaku massa memahami dan menjalankan demokrasi sebagai ajang kebebasan yang tanpa batas dan aturan, sedangkan sebagianprilaku elit politik yang seharusnya memberi teladan demokrasi berkeadaban justru melakukan artikulasi politiknya secara totaliter, intoleran yang pada akhirnya membuat rakyat miris, muak dan apatis melihatnya. Hal itu terjadi, seperti dikatakan oleh Azyumardi Azra, karena belum tumbuhnya demokrasi keadaban (civilitized democracy) atau apa yang dikatakan oleh Robert W. Heffner sebagai keadaban demokrasi (democratic civility).
Selain itu, masih ada pihak-pihak tertentu yang melakukan pemaknaan demokrasi secara sepihak yaitu hanya menjadi jargon verbalistik, jualan dan retorika politik kaum elit tetapi “jauh panggang dari api praktik demokrasi”. Karena demokrasi dipahaminya hanya berada dalam alam utopia dan idea, tidak dapat eksis dalam alam praksis. Daftar kemerosotan keadaban demokrasi dapat dilihat dengan tidak berdayanya law and order di kalangan masyarakat luas, masih terpuruknya kewibawaan aparatur penegak hukum dan keamanan, sehingga terjadi proses “hukum dan pengadilan jalanan” terhadap orang – orang yang di sangka melakukan tindak pidana dan criminal. Situasi demikian semakin membuat demokrasi terpuruk, yang pada akhirnya justru akan menggerogoti iklim dan kultur demokratis itusendiri. Dengan demikian, keadaan tersebut jelas tidak kondusif bagi transisi Indonesia menuju demokrasi, karena demokrasi berkeadaban hanya dapat terwujud melalui aktor – aktor demokrat dari kalangan elit politik dan masyarakatdalam berkata dan bertindak yang mengedepankan moralitas politik.
G.     Proses TransisiDemokrasi Indonesia
Keberhasilantransisi Indonesia kearahtatanandemokrasikeadaban yang lebih genuinedanotentikmerupakansuatu proses yang komplekdanpanjang. Sebagai proses yang komplekdanpanjangtransis Indonesia menujudemokrasikeadabantersebut, sebagaimanadikatakanolehAzyumardiazra, mencakuptiga agenda besar yang berjalansecarasimultandansinergis. Pertama,  reformasi konstitusional (constitutional reforms) yang menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka dasar dan perangkat legal sistem politik. Kedua, reformasi kelembagaan (institutional reforms) yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga – lembaga politik dan lembaga kenegaraan seperti MPR, DPR, MA, DPA dan sebagainya. Ketiga, pengembangan kultur atau budaya politik (political culture) yang lebih demokratis melalui pendidikan .
Jika pada point pertama dan kedua, reformasi dilakukan pada tataran lembaga legislatif, eksekutif dan yudikati, maka menurut Azra, pada point ketiga yakni pengembangan kultur demokratis harus dilakukan dengan melibatkan semua segmen masyarakat mulai dari elit politik hingga rakyat awam. Salah satu cara untuk mengembangkan kultur demokratis berkeadaban adalah melalui Pendidikan Kewargaan (Civic Education). Dengan demikian pendidikan (Pendidikan Kewargaan) bias menjadi pilar kelima (the fifth estate) bagi tegaknya demokrasi berkeadaban.
PendidikanKewargaan (Civic Education) dengandemikianharusmampumenjadikandirinyasebagaisalahsatuinstrumenpendidikanpolitik yang mampumelakukanempowermentbagimasyarakat, terutamamasyarakatkampusmelaluiberbagai program pembelajaran yang mencerminkanadanyarekonstruksisosial (social reconstruction).Dengan cara demikian, berbagai patologi sosial (penyakit masyarakat) dapat dianalisis untuk kemudian dicarikan solusi atau terapinya. Selain itu, Pendidikan Kewargaan (Civic Education) harus dapat pula dijadikan sebagai wahana dan instrumen untuk melakukan social engineering salam rangka membangun social capital yang efektif bagi tumbuhnya kultur demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta tumbuhnya masyarakat madani (civil society).
H.      PilarPenegakanDemokrasiBerkeadaban
Untukmenjadipilarpenegakandemokrasiberkeadaban, pendidikan (PendidikanKewargaan) haruskeluardarisistem yang oleh Paulo Freiredisebutpendidikansistem bank (banking system education) yaitusistempendidikan yang sangatrigid, otoriterdandoktriner.Sistempendidikangaya bank tersebutmelahirkanbudayabisu (silent culture), jugadapatmenjadikankendaraanpolitik, kepentingansuaturezim, arena indoktrinasi, alatmelanggengkankekuasaansuaturezimdanpemasungankreativitasmanusia. Dalamsistempendidikansepertiitu, proses yang berlangsunghanyalah proses pengajaranyaitukegiatantransfer of knowledge. Gambaranburuktentangpenyelenggaraanpendidikan di atasmerupakanbuktiempirikadanyapemahaman yang salahterhadaphakikatpendidikan.Aktivitas pendidikan yang berbau paksaan tersebut harus di ubah, yang menekankan kerja dan prestasi individual harus dilengkapi secara berimbang dengan kerja dan prestasi kelompok. Dengan demikian, sebagaiman dikatakan Mochtar Buchori, reformasi pendidikan merupakan suatu keharusan. Arah reformasi pendidikan menurutnya diorientasikan pada restorasi budaya politik yaitu pembentukan basic political competencies, pengembangan budaya berpolitik yang santun, pengembangan tata kehidupan bermasyarakat yang damai dan menghindari kekerasan (avoidance of violence), mengajak masyarakat menegakkan sendi – sendi untuk menegakkan good and clean governance, membangun masyarakat madani (civil society) yang mampu mengurus diri sendiri sambil mengawasi pemerintah dan penciptaan kemampuan belajar (learning capacity) yang tinggi.
I.       HakikatPendidikan
Hakikatpendidikanadalah proses pembelajaran yang tidaksajapemberianpengetahuan, melainkanaktivitasuntukmembangunkesadaran, kedewasaandankemandiriansertapembebasan. Kesadaran, kedewasaan kemandirian dan pembebasan merupakan tujuan inti pendidikan dan demokrasi. Dengan demikian, batasan antara pendidikan dan demokrasi terdapat titik temu yang sangat signifikan. Karena itu, pendidikan (Pendidikan Kewargaan) yang merupakan pendidikan politik, pendidikan demokrasi dan pendidikan HAM merupakan arena yang efektif dalam membangun mentalitas dan kultur demokrasi berkeadaban. Hal itu sejalan denga misi sejarah (historical mission) dan tanggung jawab fundamental dunia pendidikan (Pendidikan Kewargaan.
Pendidikan Kewargaan versi lain menyebutnya Pendidikan Kewarganegaraan berlangsung dalam lingkup persekolahan dan luar sekolah. Pada lingkup persekolahan, Pendidikan Kewargaan berlangsung sejak dini sampai perguruan tinggi. Dengan demikian, Pendidikan Kewargaan di Perguruan Tinggi pada dasarnya  merupakan komponen utama pendidikan demokrasi yang sengaja di rancang, dilaksanakan, dievaluasi dan secara kreatif dikembangkan secara sinambung yang memusatkan perhatian pada pengkajian konsep dan proses demokrasi, hak asasi manusia dan masyarakat madani (Civil Society).
Menurut Azra, Pendidikan Kewargaan merupakan kebutuhan mendesak bagi bangsa dalam membangun berkeadaban karena beberapa alasan. Pertama, meningkatnya gejala dan kecenderungan political literacy, tidak melek politik dan tidak mengetahui cara kerja demokrasi dan lembaga – lembaganya di kalangan warga Negara. Kedua, meningkatnya political apathism yang ditunjukan dengan sedikitnya keterlibatan warga Negara dalam proses – proses politik. Pembentukan warga Negara yang cerdas secara intelektual, emosional dan sosial, memiliki keadaban demokratis dan demokrasi berkeadaban merupakan tuntunan dan keniscayaan. Karena Pendidikan Kewargaan (Civic Education) merupakan sarana pendidikan yang dibutuhkan oleh Negara – Negara demokrasi baru untuk melahirkan generasi muda dan masyarakat luas yang mengetahui tentang pengetahuan, nilai – nilai dan keterampilan yang diperlukan dalam mentransformasikan, mengaktualisasikan dan melestarikan demokrasi. 



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
KewarganegaraandalambahasalatinyaitucivisdalambahasaInggrismenjadicivicartinyawarga Negara ataukewargaan, selanjutnyalahir kata civicsyaituIlmuKewarganegaraandanCivic Education (PendidikanKewarganegaraan).
PendidikankewarganegaraanawalterbentuknyaialahdengannamaPendidikanKewiraandimulaipadatahun 1973/1974 sebagaibagiandarikurikulumpendidikannasionaldengantujuanuntukmenumbuhkankecintaanpadatanah air.
          TujuanPendidikanKewarganegaraanada 3, yaitu :
1. TujuanUmum :
Untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenai hubungan antara warga Negara dengan Negara
2. Tujuan Pembelajaran Bagi Warga Negara :
Menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan prilaku yang cinta tanah air
3. Tujuan Pendidikan Nasional :
            Untuk berkembangnya potensi warga agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
            Pada pertengahan tahun 1988 adalah masa runtuhnya rezim orde baru yaitu berakhirnya era otoriter dan lahirnya era demokrasi. Demokrasi adalah proses yang masyarakat dan Negara berperan di dalamnya untuk membangun kultur dan sistem kehidupan yang dapat menciptakan kesejahteraan, menegakan keadilan baik secara sosial, ekonomi, maupun politik
Proses transisi demokrasi Indonesia mencakup 3 agenda besar yang berjalan secara simulan dan sinergis
1. ReformasiKonstitusional (constitutional reforms)
2. ReformasiKelembagaan (institutional reforms)
3. Pengembangan Kultur Atau Budaya Politik (political culture)
Hakikatpendidikanadalah proses pembelajaran yang tidaksajapemberianpengetahuan, melainkanaktivitasuntukmembangunkesadaran, kedewasaandankemandiriansertapembebasan. Kesadaraan, kedewasaan kemandirian serta pembebasan merupakan tujuan utama inti pendidikan dan demokrasi.

DAFTAR PUSTAKA
Rosyada, Dede, dkk. 2000. Pendidikan Kewargaan Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta : ICCE UIN SyarifHidayatullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar