TUGAS INDIVIDU DOSEN
PEMBIMBING
Fiqh Muamalah Bapak Siliwangi , M.ag.
TEMA :
Oleh :
Bahrian : 13.12.3159
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
(STAI) DARUSSALAM MARTAPURA
2014/1435
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah tentang
fiqih muamalah yang berjudul “WADI’AH”
Shalawat serta salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Saw. Sang
pembawa rahmat bagi seluruh alam, sosok tauladan yang patut kita tiru sebagai
bekal kita menempuh perjalanan di dunia dan akhirat.
Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyusun makalah ini dan semoga makalah yang sederhana ini bisa
bermanfaat bagi semua orang khususnya bagi penulis.
Mungkin dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan yang
perlu dikoreksi baik dari segi susunan tata bahasa maupun materi yang dibahas.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kemajuan di masa yang akan datang.
Martapura, April 2O14
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. I
DAFTAR ISI............................................................................................... II
BAB.I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang
Masalah............................................................... 1
1.2. Metode Pembuatan
Makalah........................................................ 1
1.3. Tujuan Pembuatan
Makalah......................................................... 1
BAB. II PEMBAHASAN.......................................................................... 2
1.4. Definisi Wadi’ah.......................................................................... 2
1.5. Dasar Hukum Wadi’ah................................................................. 3
1.6.Rukun Wadi’ah............................................................................. 3
1.7.Syarat Rukun Wadi’ah.................................................................. 4
1.8.Syarat Aqad Wadi’ah.................................................................... 4
1.9. Jenis Barang Yang Diakadkan..................................................... 4
1.10.Jenis-Jenis Wadiah...................................................................... 3
1.11.Aplikasi Dalam Perbankan.......................................................... 6
1.12.Bagian Wadi’ah........................................................................... 6
BAB III PENUTUP................................................................................... 7
2.1.Kesimpulan....................................................................................... 7
2.2.Penutp.............................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Muamalah
merupakan suatu kegiatan yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan tata
cara hidup sesama umat manusia untuk memenuhi keperluannya sehari-hari yang
bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam melengkapi kebutuhan hidup, untuk
saling memahami antara penjual dan pembeli, untuk saling tolong menolong (ta’awun), serta untuk mempererat
silaturahmi karena merupakan proses ta’aruf (perkenalan).
Namun dari beberapa tujuan muamalat tersebut, tidak sepenuhnya terlaksana. Masih banyak masalah-masalah yang terjadi karena proses muamalat tersebut. Diantaranya masih banyak orang yang dirugikan dalam suatu proses muamalat tersebut. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka pedoman dan tatanannya pun perlu dipelajari dan diketahui dengan baik, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan pelanggaran yang merusak kehidupan ekonomi dan hubungan sesama manusia.Kesadaran bermuamalah hendaknya tertanam lebih dahulu dalam diri masing-masing, sebelum orang terjun ke dalam kegiatan muamalah itu. Pemahaman agama, pengendalian diri, pengalaman, akhlaqul-karimah dan pengetahuan tentang seluk-beluk muamalah hendaknya dikuasai sehingga menyatu dalam diri pelaku (pelaksana) muamalah itu.
Pengetahuan
tentang seluk-beluk muamalah memiliki maksud yaitu bahwa kita selaku umat
muslim hendaknya mengetahui apa-apa yang bersangkutan dengan muamalah. Seperti
dalam rukun muamalat-jual beli harus ada akad (ijab dan qabul). Dalam akad
muamalat terdapat beberapa transaksi atau akad yang ada, diantarannya adalah
akad Al-Wadi’ah, akad Al-Wakalah, dan Al-Kafalah, dsb.
Dalam hal ini pemakalah mencoba menjelaskan salah satu bagian dari mumalat
tersebut yaitu akad tentang Wadi’ah (titipan).
Data penulisan makalah ini diperoleh dengan metode studi
kepustakaan. Metode studi kepustakaan yaitu suatu metode dengan membaca dan
telaah pustaka tentang wadi’ah dari sumber yang terkait. Selain itu, tim
penyusun juga memperoleh dan mengambil data dari akses internet.
Tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah :
·
Mencoba mengedepankan sebuah topik salah satu
akad dalam fiqh muamalah yaitu Wadi’ah (titipan).
·
Mengetahui tata cara pelaksanaan akad Wadi’ah.
·
Dapat memahami proses pelaksanaan akad Wadi.ah.
·
Dan tentunya sebagai tugas bagi mahasiswa
guna mencari, mempelajari dan memahami fiqh muamalah khususnya tentang akad wadi’ah.
PEMBAHASAN
1.4. Definisi Wadi’ah
Kata Wadi’ah berasal dari wada asy syai-a yaitu
meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang seseorang tinggalkan pada orang lain agar
dijaga disebut wadi’ah, karena dia meninggalkannya pada orang yang sanggup
menjaga. Secara harfiah, Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari
satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum yang harus
dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.
Menurut bahasa wadiah artinya yaitu : meniggalkan atau
meletakkan. Yaitu meletakan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara atau
dijaga.
Menurut istilah wadiah artinya yaitu : memberikan
kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya atau barangnya dengan secara
terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu
Ada
2 definisi yang dikemukakan oleh ulama fiqh yaitu:
1.
Ulama mahzab hanafi mendefinisikan
تسليط الغير على حفظ ماله
صارحا أو دلالة
“mengikut
sertakan orang lain dalam memelihara harta baik dengan ungkapan yang jelas
maupun yang isyarat.”
2.
Ulama mahzab hambali, syafi’I dan maliki ( jumhur ulama )
mendifinisikan wadiah sebagai berikut:
توكيل في حفظ مملوك على وجه
مخصوص
“mewakilkan
orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu”
Sedangkan tokoh-tokoh
ekonomi perbangkan berpendapat bahwa wadiah adalah akad penitipan barang atau
uang kepada pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga
keselamatan, keamanan dan keutuhan barang atau uang tersebut.
Wadi’ah
diterapkan mempuyai landasan hukum yang kuat yaitu dalam Al-Qurannul karim
suroh An-Nisa ayat 58 :
“sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha
melihat.”
Kemudian
suroh Al-Baqarah ayat 283:
“Jika
kamu dalam perjalaan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain. Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanahnya (utangnya)
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah tuhannya; dan janganlah kamu (para
saksi) menyembuyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembuyikan, maka
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya dan Allah maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”
Dan dari Abu Hurairah, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW
bersabda : “Tunaikanlah amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya dan
janganlah membalas khianat kepada orang yang menghianatimu. (H.R Abu Daud
dan Tirmidzi)
Kemudian berdasarkan fatwa dewan syari’ah nasional (DSN)
No:01/DSN-MUI/IV/2000. Menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan secara syari;ah
yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.
Demikian juga tabungan dengan produk Wadi’ah, dapat dibenarkan
berdasarkan fatwa DSN No:02//DSN-MUI/IV/2000. Menyatakan bahwa tabungan yang
dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’i
Dan dalam makalah ini akan sedikit pembahasan tentang
giro wadiah dan tabungan wadiah.
Rukun
wadi`ah adalah hal-hal yang terkait atau yang harus ada didalamnya yang
menyebabkan terjadinya Akad Wadi`ah yaitu :
1.
Muwaddi ( orang yang menitipkan )
2.
Wadi’I ( orang yang dititipi
barang )
3.
Wadi’ah ( barang yang dititipkan )
4.
Shigot ( Ijab dan qobul )
Yang dimaksud dengan syarat rukun di sini adalah
persyaratan yang harus dipenuhi oleh rukun wadiah. Dalam hal ini persyaratan
itu mengikat kepada Muwaddi’, wadii’ dan wadi’ah. Muwaddi’ dan wadii’
mempunyai persyaratan yang sama yaitu harus balig, berakal dan dewasa.
Sementara wadi’ah disyaratkan harus berupa suatu harta yang berada dalam
kekuasaan/ tangannya secara nyata.
Karena wadiah termasuk akad yang tidak lazim, maka kedua
belah pihak dapat membatalkan perjanjian akad ini kapan saja, karena dalam
wadiah terdapat unsure permintaan tolong maka memberikan pertolongan itu adalah
hak dari wadi’i. Kalau ia tidak mau maka tidak ada keharusan untuk menjaga
titipan.
Namun
kalau wadi’I mengharuskan pembayaran semacam biaya administrasi maka akad
wadi’ah ini berubah menjadi akad sewa “ijaroh” dan mengandung unsure kelaziman.
Artinya wadi’I harus menjaga dan bertanggung jawab terhadap barang yang dititipkan.
Pada saat itu wadi’I tidak dapat membatalkan akad ini secara sepihak kerena
sudah dibayar.
Barang
yang bisa di wadi’ahkan adalah seperti:
1.
Harta benda
2.
Uang
3.
Dokumen penting (saham, obligasi surat perjanjian dll)
4.
Barang berharga lainnya (surat tanah, surat wasiat dll)
Adalah
akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan (Wadi’i) dengan
atau tanpa ijin pemilik barang/uang (Muwaddi), dapat memanfaatkannya dan
bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan
tersebut.
“diriwayatkan
dari Abu rafie bahwa Rasulullah SAW pernah meminta seseorang untuk
meminjamkannya seekor unta. Maka diberinya unta qurban (berumur sekitar 2
tahun), setelah selang beberapa waktu, Rasulullah SAW memerintahkan Abu rafie
untuk mengembalikan unta tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu rafie kembali
kepada Rasulullah SAW seraya berkata,”Ya Rasulullah, unta yang sepadan tidak
kami temukan, yang ada hanya unta yang besar berumur empat tahun. Rasulullah
SAW berkata “Berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baiknya kamu adalah yang
terbaik ketika membayar.” (HR Muslim).
Dan satu lagi orang yang
menjaga barang titipan (Muwaddi) boleh-boleh saja bukan harus untuk memberikan
bonus diperuntukan kepada penitip (Wadi’i)
Contoh:
Ust Irwan :
adri, ni ane nitip motor dulu yaa, bapak mau ngajar sebentar
Adri :
owh. Ywdah pak, taro aja disitu
Ust Irwan : ntar kalau mau dipeke, pake ja.
Adri :
ya, makasih pak
(lalu motor itu dipakai
adri untuk keperluaannya dan saat pengembilan barang)
Ust Irwan : adri, kunci motornya mana?
Adri : niih pak, tadi bensin udah ane
isiin penuh, tapi Cuma kepakai
sedikit, sisanya buwat bapak aja. Bonus
Ust
Irwan : oh gitu, makasih yaa dri.
Adalah
akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima (Wadi’i) tidak
diperkenankan penggunaan barang/uang dari si penitip (Muwaddi) tersebut
dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kelalaian yang bukan disebabkan
oleh kelalaian si penerima titipan (Wadi’i). Dan sebagai gantinya si
penitip (Muwaddi) wajib untuk membayar kepada orang yang dititipi (Wadi’i),
namun boleh juga untuk tidak membayar asalkan orang yang dititipi tidak merasa
keberatan dan menganggapnya sedekah.
Ada
dalil yang menegaskan bahwa wadi’ah adalah akad tanpan jaminan, yaitu adalah :
1.
Amr Bin Syuaib meriwayatkan dari bapaknya, dari kakeknya
bahwa Nabi SAW bersabda : “penerima titipan itu tidak menjamin”
2.
Karena Allah menamakannya amanat, dan jaminan
bertentangan dengan amanat
3.
Penerima titipan telah menjaga titipan tersebut tanpa
imbalan (tabarru)
Contoh:
Kadang
kita mungkin tidak sadar bahwa waktu memarkir mobil atau motor sebenarnya kita
sedang menitipakan barang milik kita yaitu mobil atau motor kita. Dan tentunya
kita tidak mengizinkan tukang parkirna untuk menggunakan mobil atau motor kita
tersebut, jadi sudah kewajiban kita untuk membayarkan tarif kepada tukang
parkir tersebut.
Menurut
Budi Cahyadi dalam modul pelatihan perbankan syariah fakultas ekonomi Unpad,
menjelaskan tentang giro wadi’ah adalah “simpanan pihak ketiga pada bank
syariah (perorangan atau badan hukum, dalam mata uang rupiah atau valuta asing)
dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan
menggunakan cek, bilyet giro atau pemindah bukuan”.
Dari
pengertian diatas, prinsip wadi’ah yang digunakan adalah prinsip wadi’ah yad
dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai penitip (Wadi’i) yang
memberikan hak kepada bank syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang
titipannya. Sedangkan bank syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi (Muwaddi)
disertai hak untuk mengelola dana titipan. Keuntungan atau kerugian dari
penyaluran dana ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan
imbalan dan tidak menanggung kerugian. Namun demikian, bank diperkenankan untuk
memberikan intensif berupa bonus dengan syarat tidak boleh diperjanjikan
dimuka.
Karakteristik
giro wadi’ah menurut Budi cahyadi adalah:
1.
Dana giro wadi’ah dapat digunakan oleh bank untuk
kegiatan komersial
2.
Keuntungan dan kerugian dari penyaluran dana wadi’ah
menjadi hak yang harus ditanggung oleh bank.
3.
Pemilik dana wadi’ah dapat menarik kembali dananya
sewaktu-waktu, sebagian atau seluruhnya
4.
Penarikan menggunakan cek, bilyet giro, atau dengan
pemindah bukuan.
5.
Bank dapat memberikan bonus namun tidak diperjanjikan di
muka
Pengertian
tabungan wadi’ah dijelaskan oleh Wiroso dalam bukunya penghimpunan dana dan
distribusi hasil usaha bank syariah yaitu adalah “titipan pihak ketiga kepada
bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu
yang disepakati dengan kwitansi, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya
atau dengan cara pemindah bukuan”.
Dari
pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa dalam prinsip syariah sebenarnya
tabungan juga merupakan simpanan sementara untuk menentukan pilhan apakah untuk
konsumsi yang dapat ditarik setiap saat. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
ditetapkan ketentuan mengenai tabungan wadiah yaitu:
1.
Bersifat sementara
2.
Simpanan bias diambil kapan saja atau berdasarkan
kesepakatan
3.
Tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk
pemberian yang bersifat sukarela dari pihak bank
1.
Wadi’ah Tradisional
Pentip Barang
(Muwaddi)
|
Penerima Barang
(Wadi’i)
|
Titip Barang
Mengembalikan
Barang
2.
Wadi’ah Dalam perbankkan
Nasabah
(Muwaddi)
|
Bank
(Wadi’i)
|
1.Titip uang/Barang
3.
a.
4.Memberikan bonus
3.Bagi 2.Pemanfaatan
Hasil Dana
Nasabah
(Muwaddi)
|
1. Pengertian
Wadi`ah menurut bahasa adalah berasal dan akar kata Wada`a yang
berarti meninggalkan atau titip. Sesuatu yang dititip baik harta, uang
maupun pesan atau amanah. Jadi wadi`ah titipan atau simpanan. Para
ulama fiqh berbeda pendapat dalam penyampaian defenisi ini karena ada beberapa
hukum yang berkenaan dengan wadi`ah itu seperti, Apabila si penerima wadi`ah
ini meminta imbalan maka ia disebut TAWKIL atau hanya sekedar
menitip.
2.
Jenis-jenis akad wadi’ah adalah :
a.
Wadi’ah Yad Dhamanah
b.
Wadi’ah Yad Amanah
3.
Aplikasi akad wad’iah dalam Perbankan Syariah antara lain
:
a.
Giro wadi’ah
b.
Tabungan wadi’ah
Dengan segala keterbatasan ilmu dan sumber-sumber yang
kami pelajari, kami dari tim penyusun mengakui banyaknya kekurangan dan ketidak
sempurnaan kami dalam penyusunan makalah ini. Karenanya, kami mohon maaf dengan
kerendahan hati senantiasa kami harapkan kritik dan saran dari para rekan
mahasiswa, dosen dan para ustadz guna menunjang perkembangan pembuatan makalah
kami ke depan, selanjutnya semua kami serahkan kepada Allah SWT selaku pemilik
ilmu ini dan Dia-lah dzat yang Maha Benar lagi Maha Sempurna.
Semoga tugas makalah ini dicatat sebagai amal baik kami
oleh Allah Swt. Sebagai amal shalih dan bermanfaat. Amin.
1.
Fatwa Dewan Syariah Nasional
6.
Antonio, Muhammad Syafi’I, Bank Syari’ah Dari Teori ke
Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001.
7.
Firdaus, NH, Muhammad, dkk., Fatwa-Fatwa Ekonomi Syari’ah
Kontemporer, Jakarta: Renaisan, 2005.
8.
____________, Cara Mudah Memahami Akad-akad Syari’ah,
Jakarta: Renaisan, 2005
9.
Rivai, Veithzal, dkk.,Bank and Financial Institution
Management Conventional & Sharia Syistem, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007
Shalahuddin Lc, dkk., Produk-produk Jasa Bank Islam Teori dan Praktek, Jakarta: Pusat Kajian Ekonomi Islam, 2004.
Shalahuddin Lc, dkk., Produk-produk Jasa Bank Islam Teori dan Praktek, Jakarta: Pusat Kajian Ekonomi Islam, 2004.
10. Antonio,
Muhammad Syafi’i, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani,
2001, hlm. 87.
11. Ibid.,
hlm. 88.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar