Rabu, 11 Juni 2014

Makalah Fiqih Muamalah - Rahn (Gadai)



 

Dosen Pembimbing :
Siliwangi, S. Ag, M. H.I



Disusun Oleh :
AHMAD ATHOILLAH        : 13.12.3153

JURUSAN TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DARUSSALAM MARTAPURA
1435 H/2014 M


KATA PENGANTAR


الحمد لله الوهاب المنان * المنعم علينا بنعمة الاسلام و الايمان * والصلاة والسلام على سيدن محمد منبع العلم والرسالة وعلى آله الطاهرين * وصحابته الوارثين لأحكام شرىعته الى يوم الدين * أما بعد :
Segala puji hanya milik Allah yang telah melimpahkan segala karunianya yang tidak terhingga, khususnya ni‟mat Iman dan Islam. Yang dengan keduanya diperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sholawat dan Salam semoga selalu tercurah atas Baginda Nabi Muhammad SAW, dan atas keluarga dan sahabat beliau serta orang-orang yang mengikuti jejak langkah mereka itu hingga akhir zaman.
Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT makalah ini telah dapat kami selesaikan, dengan tema yang telah ditentukan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Siliwangi, S. Ag M. HI sebagai Dosen Pembimbing mata kuliah FIQIH B, atas bimbingannya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Terima kasih pula kami ucapkan kepada rekan-rekan khususnya dari lokal A, atas segala bantuannya. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, dan penuh dengan kekurangan, mudah-mudahan bisa lebih disempurnakan lagi di masa-masa mendatang.
Akhirnya semoga pekerjaan kita ini diberi pahala oleh Allah SWT. Amiin.

Martapura, Juni 2014
       Penyusun

   Ahmad Athoillah








BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Penerapan Islam secara kaffah menyeluruh, memang tidaklah mudah, ia memerlukan kelengkapan dan situasi yang mendukung pelaksanaannya. Terutama kelengkapan ilmu pengetahuan di setiap individunya. Pengetahuan yang tidak hanya di bidang fiqih ibadah, tetapi masih ada lagi fiqih mu’amalah, munakahat, jinayat dan lain-lain. Bahkan bukan hanya ilmu fiqih yang sering dikaitkan ketika berbicara Syari’at Islam, ilmu-ilmu Islam lain seolah-olah hilang ketika berbicara syari’at Islam.
Agama Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaedah-kaedah dasar dan aturan dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam hubungan yang bersifat vertikal dengan Sang Pencipta berupa ibadah, maupun yang bersifat horizontal yaitu hubungan dengan makhlukNya yaitu mu’amalah. Manusia yang merupakan makhluk sosial, mau tidak mau setiap orang pasti akan berinteraksi dengan orang lain untuk saling memenuhi kebutuhan dan saling tolong menolong diantara mereka.
Di masyarakat kita, hutang piutang terkadang tidak dapat dihindari, padahal rasa saling percaya diantara manusia semakin hari semakin menipis saja, khususnya di zaman sekarang ini. Sehingga orang-orang biasanya agar memberi rasa aman, meminta jaminan benda atau barang berharga dalam transaksi hutang piutang.
Dalam bab fiqih mu’amalah, transaksi yang menjadikan barang berharga sebagai jaminan dalam proses hutang-piutang ini disebut Rahn (gadai). Para ulama berpendapat bahwa gadai boleh dilakukan dan tidak termasuk riba jika memenuhi syarat dan rukunnya.  Akan tetapi banyak sekali orang yang melalaikan masalah tersebut senghingga tidak sedikit dari mereka yang melakukan gadai asal-asalan tanpa mengetahui dasar hukum gadai tersebut.
وَكُلُّ مَنْ بِغَيْرِ عِلْمٍ يَعْمَلَنْ # أَعْمَالُهُ مَرْدُوْدَةٌ لَا تُقْبَلَنْ
Dan tiap orang yang ber’amal tanpa ilmu # segala ‘amalnya itu ditolak, tidak diterima”
Karena hal itu di makalah ini, kami akan mencoba sedikit membahas apa itu gadai dan jenis-jenisnya, serta apakah hukumnya.

B.     Rumusan Masalah

  1. Apa yang di maksud dengan Rahn ?
  2. Apa dasar hukum Rahn ?
  3. Bagaimana hukum  Rahn ?
  4. Ada berapa macam dan jenis Rahn ?

C.    Tujuan Masalah

  1. Mengetahui yang di maksud dengan Rahn
  2. Mengetahui apa dasar hukum Rahn
  3. Mengetahui bagaimana hukum  Rahn
  4. Mengetahui ada berapa macam dan jenis Rahn




















BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Rahn (Gadai)

Secara etimologi, الرهن Rahn berarti الثبوت والدوام (tetap, lama, dan jaminan) yakni tetap berarti الحبس واللزوم  (pengekangan dan keharusan). Dalam hukum positif disebut dengan barang jaminan, agunan, dan rungguhan. Sedangkan menurut istilah ialah penahanan terhadap suatu barang sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut. Akan tetapi menurut ulama hanafiyah Gadai secara istilah ialah mnjadikan suatu benda sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan pembayar ktika berhalangan dalam membayar utang.
Secara umum rahn dikatagorikan sebagai akad yang bersifat derma, sebab apa yang diberikan penggadai (rahin) kepada penerima gadai (murtahin) tidak ditukar dengan sesuatu. Yang di berikan murtahin kepada rahin adalah utang, bukan penukar atas barang yang digadaikannya.
Rahn juga termasuk juga akad yang ‘ainiyah yaitu dikatakan sempurna sesudah menyerahkan benda yang dijadikan akad, seperti hibah, pinjam-meminjam, titipan dan qirad. Semua termasuk akad derma (tabarru) yang dikatakan sempurna setelah serah terima (al-qabdu)

 B.     Dasar Rahn (gadai)

1.      Al Qur’an
bÎ)ur óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x. Ö`»yd̍sù ×p|Êqç7ø)¨B (  (البقرة : ۲۸۳)
Apabila kamu dalam perjalanan dan bermuamalah tidak secar tunai, sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis hendaklah ada barang yang di pegang” (Q.S. Al-Baqarah: 283)
2.      Assunnah
عن عائشة رضي الله عنها  ان رسول الله صلى الله عليه وسلم اشترى من يهودي طعاما ورهنه درعا من حديد (روه البخارى ومسلم)
“Dari Siti Ai’sah r.a. bahwa rasulullah saw bersabda: pernah membeli makanan dengan baju besi”. (H.R. Bukhari dan Muslim)



C.    Hukum Rahn

Para ulama sepakat bahwa rahn di bolehkan, tetapi tidak diwajibkan sebab gadai hanya jaminan jika kedua pihak tidak saling mempercayai. Firman Allah diatas hanyalah irsyad (anjuran baik saja) kepada orang beriman sebab dalam lanjutan ayat tersebut dinyatakan, yang artinya
÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ ÏjŠxsãù=sù Ï%©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,­Guø9ur ©!$# ¼çm­/u 3
akan tetapi, jika sabagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (utangnya). (Q.S.Al baqarah :283).
Hukum rahn secara umum terbagi dua yaitu: shahih dan ghair shahih (fasid). Rahn shahih adalah rahn yang memenuhi persyaratan. Sedangkan Rahn Fasid ialah rahn yang tidak memenuhi persyaratan tersebut.

D.    Rukun-rukun Rahn (gadai)

  1. Akad ijab dan qabul seperti seseorang berkata “aku gadaikan mejaku ini dengan harga Rp.10.000”, dan yang satu lagi menjawab “aku terima gadai mejamu seharga Rp.10.000”, atau bisa pula dilakukan selain dngan kata-kata, seperti dengan surat, isyarat atau yang lainnya.
  2. Aqid, yaitu yang menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai (murtabin). Adapun sarat  yang berakad adalah ahli tasarruf, yaitu mampu orang yang berhak membelanjakan harta dan dalam hal ini memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan gadai.
  3. Barang yang diajadikan jaminan (marhun bih) syarat benda yang dijadikan jaminan ialah keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji uang harus dibayar. Rasul bersabda:
كُلُّ مَا جَازَ بَيْعــــُهُ جَازَ رَهْنُهُ
 “Setiap barang yang boleh diperjual belikan boleh dijadikan borg gadai”.

Menurut Ahmad bin Hijazi bahwa yang dapat dijadikan jaminan dalam masalah gadai ada tiga macam yaitu kesaksian, barang gadai dan barang tanggungan.



E.     Syarat Rahn

1.      Aqid, kedua orang yang akan akad harus memenuhi kriteria al ahliyah yaitu orang yang  telah sah untuk jual beli, yakni berakal (rasyid) dan mumayiz, tetapi tidak disyaratkan harus baligh. Dengan demikian anak kecil yang sudah mumayiz dan orang yang bodoh berdasarkan ijin dari walinya dibolehkan melakukan rahn.

2.      Shighat, ulama hanafiyah berpendapat bahwa sighat dalam rahn tidak boleh memakai syarat atau dikaitkan dengan sesuatu. Hal ini karena sebab rahn jual beli, jika memakai syarat tertentu, syarat tersebut batal dan rahn tetap sah.

3.      Marhun (barang yang digadaikan), syaratnya benda yang digadaikan adalah benda yanga sah dijual walaupun benda itu kepunyaan bersama (syarikat)

4.      Marhun bih (utang), yaitu haq yang diberikan ketika melaksanakan rahn. Dengan syarat berupa utang yang tetap dan dapat dimanfaatkan, utang harus lazim pada waktu akad, utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin.

Jika dalam Rahn ini ada persetujuan, barang yang digadaikan ini boleh dipegang oleh yang menerima gadaian atau diserahkan kepada orang lain. Dalam hal ini orang yang menggadaikan tidak boleh memakai barang itu sampai merugikan hak yang menerima gadaian, seperti dijual, diberikan, atau diwaqafkan. Juga tidak boleh digunakan sampai mengurangi nilai (harganya) dengan memakai dan mengambil hasilnya.

F.     JENIS-JENIS RAHN

Dalam prinsip syariah, gadai dikenal atas 2 macam, yaitu:

1)            Rahn ‘Iqar/Rasmi (rahn Takmini/Rahn Tasjily)

Merupakan bentuk gadai, dimana barang yang digadaikan hanya dipindahkan kepemilikannya, namun barangnya sendiri masih tetap dikuasai dan dipergunakan oleh pemberi gadai. Misalnya :
Tomi memiliki hutang kepada Elda sebesar Rp. 10jt. Sebagai jaminan atas pelunasan hutang tersebut, Tomi menyerahkan BPKB Mobilnya kepada Elda secara Rahn ‘Iqar. Walaupun surat-surat kepemilikan atas Mobil tersebut diserahkan kepada Elda, namun mobil tersebut tetap berada di tangan Tomi dan dipergunakan olehnya untuk keperluannya sehari-hari. Jadi, yang berpindah hanyalah kepemilikan atas mobil di maksud.
Konsep ini dalam hukum positif lebih mirip kepada konsep Pemberian Jaminan Secara Fidusia atau penyerahan hak milik secara kepercayaan atas suatu benda. Dalam konsep Fidusia tersebut, dimana yang diserahkan hanyalah kepemilikan atas benda tersebut, sedangkan fisiknya masih tetap dikuasai oleh pemberi fidusia dan masih dapat dipergunakan untuk keperluan sehari-hari.

2)         Rahn Hiyazi

Bentuk Rahn Hiyazi inilah yang sangat mirip dengan konsep Gadai, baik dalam hukum adat maupun dalam hukum positif.  Jadi berbeda dengan Rahn ‘Iqar yang hanya menyerahkan hak kepemilikan atas barang, maka pada Rahn Hiyazi tersebut, barangnya pun dikuasai oleh Kreditur.
Jika dilihat dalam contoh pada point 1 di atas, jika akad yang digunakan adalah Rahn Hiyazi, maka Mobil milik Tenriagi tersebut diserahkan kepada Elda sebagai jaminan pelunasan hutangnya. Dalam hal hutang Tenriagi kepada Elda sudah lunas, maka Tenriagi bisa mengambil kembali mobil tersebut.
Sebagaimana halnya dengan gadai berdasarkan hukum positif, barang yang digadaikan bisa berbagai macam jenisnya, baik bergerak maupun tidak bergerak.
Dalam hal yang digadaikan berupa benda yang dapat diambil manfaatnya, maka penerima gadai dapat mengambil manfaat tersebut dengan menanggung biaya perawatan dan pemeliharaannya.
Dalam praktik, yang biasanya diserahkan secara Rahn adalah benda-benda bergerak, khususnya emas dan kendaraan bermotor.  Rahn dalam Bank syariah juga biasanya diberikan sebagai jaminan atas Qardh atau pembiayaan yang diberikan oleh Bank Syariah kepada Nasabah. Rahn juga dapat diperuntukkan bagi pembiayaan yang bersifat konsumtif seperti pembayaran uang sekolah, modal usaha dalam jangka pendek, untuk biaya pulang kampung pada waktu lebaran dan lain sebagainya. Jangka waktu yang pendek (biasanya 2 bulan) dan dapat diperpanjang atas permintaan nasabah.
Sebagai contoh:
Putri sudah merencanakan untuk memasukkan anaknya ke Universitas yang bermutu pada tahun ajaran baru ini. Namun demikian, ternyata anaknya hanya bisa diterima melalui jalur khusus. Uang pangkal untuk masuk ke jurusan favorit anaknya adalah sebesar Rp. 30 juta, sedangkan Putri hanya memiliki uang tunai sebesar Rp. 20 juta. Untuk mengatasi masalah tersebut, Putri mencari alternative dengan cara menggadaikan perhiasan emasnya ke Bank Syariah terdekat. Emasnya sebesar 50gram dan untuk itu, Putri berhak untuk mendapatkan pembiayaan sebesar Rp. 15juta. Karena Putri merasa hanya membutuhkan uang sebesar Rp. 10juta, maka Putri juga bisa hanya mengambil dana tunai sebesar Rp. 10 juta saja.
Oleh Bank Syariah, dibuatkan Akad Qardh untuk memberikan uang tunai kepada Putri, dan selanjutnya dibuatkan akad Rahn untuk menjamin pembayaran kembali dana yang dierima oleh Putri. Sebagai uang sewa tempat untuk menyimpan emas tersebut pada tempat penitipan di Bank sekaligus biaya asuransi kehilangan emas dimaksud, Bank berhak untuk meminta Ujrah (uang jasa), yang besarnya ditetapkan berdasarkan pertimbangan Bank. Misalnya Rp. 3.500,– per hari. Dengan demikian, jika Putri baru bisa mengembalikan uang tunai yang diterimanya pada hari ke 30 (1 bulan), maka uang sewa sekaligus asuransi yang harus dibayar oleh Putri adalah sebesar:
Rp. 3.500,–  X  30 hari     =    Rp. 105.000,–
Jadi, pada saat pengembalian dana yang diterima olehnya, Niken harus membayar uang sebesar:
Rp. 10 jt  +  Rp. 105.000,–   = Rp. 10.105.000,–
Bagaimana kalau ternyata dalam waktu 2 bulan Putri belum bisa mengembalikan dana tersebut? Jika demikian, maka  Putri dapat mengajukan perpanjangan jangka waktu gadai tersebut kepada Bank yang berkenaan. Perpanjangan tersebut dapat dilakukan secara lisan, dengan mengajukan pemberitahuan kepada Bank tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika baru 1 minggu Putri sudah bisa mengembalikan dana yang diterimanya, maka Putri tinggal menghubungi Bank dimaksud, dan membayar biaya sewa tempat sekaligus asuransi tersebut selama 1 minggu saja.
Jadi, prinsip pokok dari Rahn adalah:
  1. Kepemilikan atas barang yang digadaikan tidak beralih selama masa gadai
  2. Kepemilikan baru beralih pada saat terjadinya wanprestasi pengembalian dana yang diterima oleh pemilik barang. Pada saat itu, penerima gadai berhak untuk menjual barang yang digadaikan berdasarkan kuasa yang sebelumnya pernah diberikan oleh pemilik barang.
  3. Penerima gadai tidak boleh mengambil manfaat dari barang yang digadaikan, kecuali atas seijin dari pemilik barang. Dalam hal demikian, maka penerima gadai berkewajiban menanggung biaya penitipan/penyimpanan dan biaya pemeliharaan atas barang yang digadaikan tersebut.

BAB III

PENUTUP

A.  KESIMPULAN

Secara etimologi, rahn berarti الثبوت والدوام (tetap dan lama) yakni tetap berarti الحبس واللزوم (pengekangan dan keharusan). Sedangkan menurut istilah ialah penahanan terhadap suatu barang sehingga dapat dijadikan sbagai pembayaran dari barang tersebut. Akan tetapi menurut ulama hanafiyah Gadai secara istilah ialah mnjadikan suatu benda sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan pembayar ktika berhalangan dalam membayar utang.
Rukun-rukun Rahn (gadai)
  1. Akad ijab dan qabul
  2. Aqid,.
  3. Barang yang diajadikan jaminan (borg).
Syarat Rahn
  1. Aqid, kedua orang yang akan akad harus memenuhi kriteria al ahliyah yaitu orang yang  telah sah untuk jual beli, yakni berakal dan mumayiz, tetapi tidak disyariatkan harus balig. Dengan demikian anak kecil yang sudah mumayiz dan orang yang bodoh berdasarkan ijin dari walinya dibolehkan melakukan rahn.
  2. Shighat, ulama hanafiyah berpendapat bahwa sighat dalam rahn tidak boleh memakai syarat atau dikaitkan dengan sesuatu. Hal ini karena sebab rahn jual beli, jika memakai syarat tertentu, syarat tersebut batal dan rahn tetap sah.
  3. Marhun bih (utang), yaitu haq yang diberikan ketika melaksanakan rahn. Dengan syarat berupa utang yang tetap dan dapat dimanfaatkan, utang harus lajim pada waktu akad, utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin.





 



DAFTAR FUSTAKA



Prof. Dr.H. Rachmat Ayaf’I, MA. Fiqh Muamalah, Pustaka Setia Bandung,cet 10 2001,
Drs. H. Hendi Suhendi, M.SI, Fiqh Muamalah, PT Raja Grapindo Persada Jakarta, cet I Juli 2007.
Dr. H. Nasrun Haroen, MA. Fiqh Muamalah, Gaya Media Pratama Jakarta, 2007
KH. Salim Ma’ruf. Pedoman Mua’amalat Dalam Islam. Toko Kitab Al-Ihsan Surabaya, 1955.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar