MAKALAH
MAQAMAT DAN HAL
Diajukan dalam rangka memenuhi Tugas
Salah satu Mata Kuliah Akhlak dan Tasawuf
DosenPembimbing :Dr. H. A. Fauzan
Saleh M. Ag
Disusun oleh
Kelompok 1
FAKULTAS
TARBIYAH
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM (STAI) DARUSSALAM
MARTAPURA
2013
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Bismillahirmanirrahim
Dengan nama Allah yang maha pengasih
lagi maha penyayang, segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat serta salam
tak lupa kami haturkan keharibaan junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW
beserta keluarga, sahabat, kerabat hingga akhirul zaman.
Atas rahmat dan karunia Allah SWT
sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Maqamat dan Hal”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
berstruktur/ tugas kelompok di perkuliahan semester pertama Fakultas Tarbiyah
Jurusan PAI Sekolah Tinggi Agama Islam ( STAI ) Darussalam Martapura
Mata Kuliah : Akhlak dan Tasawwuf
Dosen Pembimbing : Dr. H. A. Fauzan Saleh M. Ag
Terima kasih kepada semua pihak yang
telah turut membantu menyelesaikan makalah ini khususnya Bapak Dr. H. A. Fauzan
Saleh M. Ag serta rekan-rekan dari kelompok 1 sehingga makalah ini dapat
diselesaikan
Kami menyadari dalam penyusunan karya
tulis ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan materi yang dibahas sebenarnya
hanya bisa difaham hakikatnya oleh orang yang menjalaninya, ibarat makanan
walau seribu tahun membahas resepnya dalam seribu makalah, tentu tidak akan tau
rasanya melainkan orang yang memakannya.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah segala
usaha kita dan semoga karya tulis yang sederhana ini ada manfaatnya bagi kita semua…Amin.
Martapura,
Oktober 2013
Penyusun
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
·
Latar Belakang
Dalam pergaulan sehari-hari dalam
masyarakat, kita sering mendengar kata-kata “ Beliau sedang datang hal “
apabila ada seseorang yang bertingkah berbeda dari biasanya, atau kata-kata “
beliau berbeda maqomnya dengan kita “ apabila melihat seseorang yangterpandang
melakukan sesuatu yang berbeda dengan orang kebanyakan.
Penggunaan dua kata ini telah menjadi
kebiasaan di masyarakat Banjar, dilatarbelakangi oleh kuatnya keislaman di
daerah ini, khususnya pengamalan di bidang tasawwuf. Sehingga muncullah penggunaan
istilah-istilah tasawwuf dalam kehidupan sehari-hari
Kata-kata hal dan maqom adalah dua
istilah dalam bidang ilmu tasawwuf, kedua istilah ini mempunyai pengertian
khusus, oleh karena itu kita perlu mengetahui pengertian dua istilah ini
menurut pengertian sebenarnya. Maka dalam kesempatan ini, kami dalam makalah
ini akan mencoba membahas kedua istilah tersebut sekedar kemampuan kami,
mengambil dari beberapa referensi yang bisa kami perolah.
·
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar
kita sebagai ummat Islam, dapat mengetahui sedikit dari istilah tasawwuf, dan
kita juga mengetahui tahapan apa saja yang dilalui oleh seorang pengamal
tasawwuf (sufi) untuk mencapai maqom dan hal yang tinggi dalam tingkatan
perjalanan rohani mereka
BAB II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN MAQAMAT
Secara harfiah maqamatberasal dari
bahasa Arab مقامات jama’ dari kata maqam مقامyang
berarti tempat orang berdiri atau pangkal mulia. Istilah ini selanjutnya
digunakan untuk arti sebagai jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang
sufi untuk berada dekat dengan Allah. Dalam bahasa Inggris maqamat dikenal dengan istilah stages
yang berarti tangga.
Tentang berapa jumlah tangga atau
maqamat yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk sampai menuju Tuhan, di
kalangan para sufi tidak sama pendapatnya. Muhammad al-Kalabazy dalam
kitabnya al-Taarruf li Mazhab ahl al-Tasawwuf, sebagai dikutip Harun
Nasution misalnya mengatakan bahwa maqamat itu jumlahnya ada sepuluh, yaitu al-taubah,
al-zuhud, (al-shabr, al-faqr, al-tawadlu, al'taqwa, al-tawakkal,
al'ridla, al-mahabbah dan al-ma'rifah.
Menurut Abu Nasr al-Sarraj al-Tusi
dalam kitab al-Luma’ menyebutkan jumlah maqamat hanya tujuh, yaitu al-taubah,
al-wara’, al-zuhud,al-faqr, al-tawakal dan al-ridha.Sedangkan menurut Imam
Ghazali dalam kitabnya Ihya’Ulum al-Din mengatakan bahwa maqamat itu
ada delapan, yaitu al-taubah, al-shabr, al-zuhud, al-tawakkal,
al-mahabbah, al-ma’rifah dan al-ridha.
Terdapat
beberapa variasi keadaan dari penyebutan maqamat yang berbeda-beda, namun ada
maqamat yang oleh meraka disepakati yaitu al-taubah, al-zuhud, al-wara,
al-faqr, al-shabr, al-tawakkal dan
al-ridla.
A. Al-Zuhud ( الزهد )
Secara harfiah al-zuhud berarti
tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniawian.Sedangkan menurut Harun
Nasution zuhud artinya keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian.Selanjutnya
al-Qusyairi mengatakan bahwa di antara para ulama berbeda pendapat dalam
mengartikan zuhud. Sebagian ada yang mengatakan bahwa zuhud adalah orang yang
zuhud di dalam masalah yang haram, karena yang halal adalah sesuatu yang mubah
dalam pandangan Allah, yaitu orang yang diberikan nikmat berupa harta yang
halal, kemudian ia bersyukur dan meninggalkan dunia itu dengan kesadarannya
sendiri. Sebagian
ada pula yang mengatakan bahwa zuhud adalah zuhud dalam yang haram sebagai
suatu kewajiban.
Zuhud termasuk salah satu ajaran
agama yang sangat penting dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh
kehidupan dunia.Orang yang zuhud lebih mengutamakan atau mengejar kebahagiaan
hidup di akhirat yang kekal dan abadi, daripada mengejar kehidupan dunia yang
fana dan sepintas lalu. Hal ini dapat dipahami dari isyarat ayat yang berbunyi:
$tBuräo4qu‹ysø9$#!$uŠ÷R‘$!$#žwÎ)Ò=Ïès9×qôgs9ur(â‘#¤$#s9uräotÅzFy$#׎öyztûïÏ%©#Ïj9tbqà)Gtƒ3Ÿxsùr&tbqè=É)÷ès?ÇÌËÈ
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau
belaka.Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang
bertaqwa.Maka tidakkah kamu memahaminya?”(QS.al-An’am : 32)
äotÅzFy$#ur׎öyz#’s+ö/r&urÇÊÐÈ
“Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”(QS.al-A’la:
17)
Orang yang memiliki pandangan yang
demikian tidak akan mengorbankan kebahagian hidupnya di akhirat hanya karena
mengejar duniawi sementara. Sehingga akan terpelihara dari hal-hal yang
negative dan senantiasa selalu akan berbuat baik. Hadis Nabi yang menyatakan
bahwa “ Jika kamu melihat seseorang yang telah dianugerahi sifat zuhud dalam
dirinyadan selalu lurus sikapnya, maka dekatlah orang itu, karena orang itu
yang telah meyakini hikmah”
B.
Al-Taubah( التوبة )
Al-Taubah berasal dari bahasa Arabتاب – يتوب - توبةtaba, yatubu, taubatan
yang artinya kembali. Sedangkan taubat yang dimaksud oleh kalangan sufi adalah
memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang
sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disertai
dengan melakukan amal kebajikan. Harun Nasution, mengatakan taubat dimaksud
sufi ialah taubat yang sebenarnya, taubat yang tidak akan membawa kepada dosa
lagi. Untuk mencapai taubat yang sesungguhnya dan dirasakan diterima oleh Allah
terkadang tidak dapat dicapai satu kali saja. Ada kisah yang mengatakan bahwa
seorang sufi sampai tujuh puluh kali taubat, baru ia mencapai tingkat taubat
yang sesungguhnya. Taubat yang sebenarnya dalam paham sufisme ialah lupa pada
segala hal kecuali Tuhan.yang taubat adalah orang yang cinta pada Allah, dan
orang yang demikian senantiasa mengadakan kontemplasi tentang Allah.
Bagi orang awam taubat cukup dengan
membaca astaghfirullah wa tatubu illahi (Aku memohon ampun dan bertaubat
kepada-Nya) sebanyak 70 kali sehari semalam. Sedangkan bagi orang khawas
bertaubat dengan mengadakan riyadah (latihan) dan mujahadah (perjuangan) dalam usaha membuka
hijab (tabir) yang membatasi diri dengan Tuhan.
šúïÏ%©!$#ur#sŒÎ)(#qè=yèsùºpt±Ås»sù÷rr&(#þqßJn=sßöNæh|¡àÿRr&(#rãx.sŒ©!$#(#rãxÿøótGó™$$sùöNÎgÎ/qçRä‹Ï9`tBurãÏÿøótƒšUqçR—%!$#žwÎ)ª!$#öNs9ur(#r•ŽÅÇãƒ4’n?tã$tB(#qè=yèsùöNèduršcqßJn=ôètƒÇÊÌÎÈ
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap
dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada
Allah? Dan
mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui” (QS.
Ali Imran: 135)
C. Al-Wara’( الورع )
Secara harfiah al-wara'
artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa.Kata ini selanjutnya
mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dan dalam pengertian sufial-wara
adalah meninggalkan segala yang di dalamnya terdapat keragu-raguan antara halal
dan haram (syubhat). Sikap menjauhi diri dari yang syubhat ini sejalan dengan
hadis Nabi yang berbunyi:
فَمَنِ اتَّقَى
الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَلِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ
فِي الْحَرَامِ
“... Maka barangsiapa yang memelihara
dirinyadari segala yang syubhat, maka sesungguhnya ia telah memelihara agama
dan kehormatannya, dan barangsiapa jatuh ia pada segala yang syubhat pasti
jatuh ia pada yang haram.” (HR. BukhariMuslim).
Hadits tersebut menunjukkan bahwa
syubhat lebih dekat pada yang haram. Kaum sufi menyadari benar bahwa setiap
makanan, minuman, pakaian dan sebagainya yang haram dapat memberi pengaruh bagi
orang yang memakan, meminum atau memakannya. Orang yang demikian akan keras
hatinya, sulit mendapatkan hidayah dan ilham dari Tuhan. Hal ini dipahami dari
hadits Nabi yang menyatakan bahwa setiap makanan yang haram yang dimakan oleh
manusia akan menyebabkan noda hitam pada hati yang lama-kelamaan hati menjadi
keras. ini sangat ditakuti oleh para sufi yang senantiasa mengharapkan Nur
Ilahi yang dipancarkan lewat hatinya yang bersih.
D. Kefakiran( الفقر )
Secara harfiah fakir biasanya
diartikan sebagai orang yang berhajat, butuh atau orang miskin. Sedangkan dalam
pandangan sufi fakir adalah tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada
diri kita. Tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk dapat menjalankan
kewajiban-kewajiban.Tidak meminta sungguhpun tak ada pada diri kita, kalau diberi
diterima.Tidak meminta tetapi tidak menolak.
E. Sabar( الصبر )
Secara harfiah sabar berarti tabah
hati.Menurut Zun al-Nun al-Mishry, sabar artinya menjauhkan diri dari
hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi tenang ketika
mendapatkan cobaan, dan menampakkan sikap cukup walaupun sebenarnya berada
dalam kefakiran dalam bidang ekonomi.Selanjutnya Ibn Athaillah mengatakan sabar artinya
tetapa tabah dalam menghadapi cobaan dengan sikap yang baik. Dan pendapat lain
mengatakan sabar berarti menghilankan rasa mendapatkan cobaan tanpa meninjukkan
rasa kesal. Ibn Usman al-Hairi mengatakan sabar adalah orang yang mampu
memasung dirinya atasa segala sesuatu yang kurang menyenangkan.
Di kalangan para sufi sabar diartikan
sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah, dalam mejauhi segala
larangan-Nya dan dalam menerima segala percobaan-percobaan yang ditimpakan-Nya
pada diri kita. Sabar dalam menunggu datangnya pertolongan Tuhan.Sabar dalam
menjalani cobaan dan tidak menunggu-nunggu datangnya pertolongan.
÷ŽÉ9ô¹$$sù$yJx.uŽy9|¹(#qä9'ré&ÏQ÷“yèø9$#z`ÏBÈ@ß™”9$#Ÿwur@Éf÷ètGó¡n@öNçl°;4öNåk¨Xr(x.tPöqtƒtb÷rttƒ$tBšcr߉tãqãƒóOs9(#þqèVt7ù=tƒžwÎ)Zptã$y™`ÏiB¤‘$pk¨X4Ô÷»n=t/4ö@ygsùà7n=ôgマwÎ)ãPöqs)ø9$#tbqà)Å¡»xÿø9$#ÇÌÎÈ
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati
dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab)
bagi mereka.Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka
(merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari.
(Inilah)
suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik”
(QS.
Al-Ahqaf: 35)
÷ŽÉ9ô¹$#ur$tBurx8çŽö9|¹žwÎ)«!$$Î/4Ÿwur÷bt“øtrBóOÎgøŠn=tæŸwurÛs?’Îû9,øŠ|Ê$£JÏiBšcrãà6ôJtƒÇÊËÐÈ
“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan
pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka
dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan”
(QS.
Al-Nahl: 127)
Menurut Sayyiduna Ali bin Abi Thalib
bahwa sabar itu adalah bagian dari iman sebagaimana kepala yang kedudukannya
lebih tinggi dari jasad. Hal ini menunjukkan bahwa sabar sangat memegang peranan
penting dalam kehidupan manusia.
F.
Tawakkal ( التوكّل )
Secara harfiah tawakkal berarti
menyerahkan diri. Menurut Sahal bin Abdullah bahwa awalnya tawakkal
adalah apabila seorang hamba di hadapan Allah seperti bangkai di hadapan orang
yang memandikannya, ia mengikuti semaunya yang memandikan, tidak dapat bergerak
dan bertindak. Hamdun al-Qashshar mengatakan tawakkal adalah berpegang
teguh pada Allah.
Al-Qusyairi lebih lanjut mengatakan
bahwa tawakkal tempatnya di dalam hati, dan timbulnya gerak dalam perbuatan
tidak mengubah tawakkal yang terdapat dalam hati itu. Menurut Harun Nasution,
tawakkal adalah menyerahkan diri kepada qada dan keputusan Allah.
Percaya
kepada janji Allah.Menyerahkan kepada Allah dengan Allah dan karena Allah.
Bertawakkal
termasuk perbuatan yang diperintahkan oleh Allah. Dalam firman-Nya, Allah
menyatakan:
@è%`©9!$uZu;‹ÅÁマwÎ)$tB|=tFŸ2ª!$#$uZs9uqèd$uZ9s9öqtB4’n?tãur«!$#È@ž2uqtGuŠù=sùšcqãZÏB÷sßJø9$#ÇÎÊÈ
Katakanlah:
"Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan
Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang
yang beriman harus bertawakal." (QS.At-Taubah:51)
$pkš‰r'¯»tƒšúïÏ%©!$#(#qãYtB#uä(#rãä.øŒ$#|MyJ÷èÏR«!$#öNà6ø‹n=tæøŒÎ)§NydîPöqs%br&(#þqäÜÝ¡ö6tƒöNä3øŠs9Î)óOßgtƒÏ‰÷ƒr&£#s3sùóOßgtƒÏ‰÷ƒr&öNà6Ztã((#qà)¨?$#ur©!$#4’n?tãur«!$#È@©.uqtGuŠù=sùšcqãYÏB÷sßJø9$#ÇÊÊÈ
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang
diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan
tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari
kamu. Dan
bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu
harus bertawakkal” (QS. Al-Maidah:11)
G. Kerelaaan( الرضى )
Secara harfiah ridha artinya rela,
suka, senang.Harun Nasution mengatakan ridla berarti tidak berusaha, tidak
menentang qada dan qadar Tuhan.Menerima qada dan qadar dengan hati
senang.Mengeluarkan perasaaan benci dari hati sehingga yang tinggal di dalamnya
hanya perasaan senang dan gembira.Merasa senang menerima malapetaka sebagaimana
menerima nikmat.Tidak meminta surga dari Allah dan tidak meminta dijauhkan dari
neraka.Tidak berusaha sebelum turunnya qada dan qadar, tidak merasa pahit dan
sakit sesudah turunnya qada dan qadar, malahan perasaan cinta bergelora di
waktu turunnya bala’ (cobaan yang berat).
Manusia biasanya merasa sukar
menerima keadaan-keadaan yang menimpa dirinya, seperti kemiskinan, kerugian,
kehilangan, kedudukan dan lain-lain yang dapat mengurangi
kesenangannya.Orang-orang yang dapat bertahan hanyalah orang yang sudah
memiliki sifat ridla.Yang rela berjuang atas jalan Allah, menjalani segala
kesukaran. Semua itu bagi sufi dipandang
sebagai sifat-sifat yang terpuji dan akhlak yang bernilai tinggi bahkan
dianggap sebagai ibadat semata-mata hanya mengharapkan keridhaan Allah.
Dalam
hadis Qudsi, Nabi menegaskan :
Sesungguhnya
Aku ini Allah,
tiada Tuhan selain Aku. Barangsiapa yang tidak bersabar atas cobaan-Ku, tidak
bersyukur atas segala nikmat-Ku, serta tidak rela terhadap keputusan-Ku, maka
hendaknya ia keluar dari kolong langit dan cari Tuhan selain Aku.
Beberapa sikap yang termasuk dalam
maqamat itu sebenarnya merupakan akhlak mulia. Semua itu dilakukan oleh seorang
sufi setelah lebih dahulu membersihkan dirinya dengan bertaubat dan
menghiasinya dengan akhlak yang mulia. Hal yang demikian identik dengan proses
takhalliتخلّي yaitu
membersihkan diri dari sifat yang buruk dengan taubat dan menghiasi diri dengan
sifat yang baik, dan hal ini disebut dengan istilahتحلّي tahalli, sebagaimana dikemukakan dalam tasawuf
akhlaki.
2.
PENGERTIAN HAL
Menurut Harun Nasution, hal merupakan
keadaan mental, seperti perasaan senang, perasaan sedih, perasaan takut dan
sebagainya. Hal yang biasa disebut sebagai hal adalah takut (al-Khauf),
rendah hati (al-tawadlu), patuh (al-Taqwa), ikhlas (al-Ikhlas),
jinak
hati (al-uns),
gembira hati (al-Wajd), berterima kasih (al-Syukr).
Hal berlainan dengan maqam, bukan
diperoleh atas usaha manusia, tetapi diperdapat sebagai anugerah dan rahmat
dari Tuhan. Dan berlainan pula dengan maqam, hal bersifat sementara, datang dan
pergi, datang dan pergi bagi seorang sufi dalam perjalanannya mendekati Tuhan.
Selain melaksanakan berbagai kegiatan
dan usaha sebagaimana disebutkan di atas, seorang sufi juga harus melakukan
serangkaian kegiatan mental yang berat. Kegiatan mental tersebut seperti riyadah,
mujahadah, khalwat, uzlah, muraqabah, suluk
dan sebagainya.Riyadah berarti latihan mental dengan melaksanakan zikir
dan tafakkur yang sebanyak-banyaknya serta melatih diri dengan berbagai sifat
yang terdapat dalam maqam.Selanjutnya mujahadah berarti berusaha sungguh-sungguh
dalam melaksanakan perintah Allah.Selanjutnya khalwat berarti menyepi atau
bersemedi, dan uzlah berarti mengasingkan diri dari pengaruh keduniaan. Dan
muraqabah berarti mendekatkan diri kepada Allah; dan suluk berarti menjalankan
cara hidup sebagai sufi dengan zikir dan zikir. Dan semuanya ini dilaksanakan
wajib di bawah bimbingan seorang syekh (mursyid) yang ahli, dan sudah
mendapat izin untuk membimbing muridnya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas
tampak jelas bahwa jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk mencapai
tujuan memperoleh hubungan batin dan sampai secara rohaniah dengan Tuhan
bukanlah jalan yang mudah. Jalan yang harus dilalui seorang sufi tidaklah licin dan
dapat ditempuh dengan mudah. Jalan itu sulit, dan untuk pindah dari satu maqam ke maqam lain menghendaki usaha
yang berat dan waktu yang bukan singkat.
Sebagaimana halnya dengan maqam, hal
juga terdiri dari beberapa macam. Namun, konsep pembagian atau formulasi serta
jumlah hal berbeda-beda dikalangan ahli sufi. Diantara macam-macam hal yaitu;
muraqabah, khauf, raja’, syauq, Mahabbah, tuma’ninah, musyahadah, yaqin.
A. Muraqabah (المراقبة )
Secara etimologi muraqabah
berarti menjaga atau mengamati tujuan. Adapun secara terminologi muraqabah
adalah salah satu sikap mental yang mengandung pengertian adanya kesadaran diri
bahwa ia selalu berhadapan dengan Allah dan merasa diri diawasi oleh
penciptanya. Pengertian tersebut sejalan dengan pendangan al-Qusyairi bahwa
muraqabah adalah keadaan mawas diri kepada Allah dan mawas diri juga berarti
adanya kesadaran sang hamba bahwa Allah senantiasa melihat dirinya.
B.
Khauf ( الخوف )
Menurut al-Qusyairi, takut kepada Allah
berarti takut terhadap hukumnya.Al-khauf adalah suatu sikap mental merasa takut
kepada Allah karena kurang sempurna pengabdiannya atau rasa takut dan khawatir
jangan sampai Allah merasa tidak senang kepadanya.Ibn Qayyim memandang khauf
sebagai perasaan bersalah dalam setiap tarikan nafas.Perasaan bersalah dan adanya ketakutan dalam hati
inilah yang menyebabkan orang lari menuju Allah.
C.
Raja ( الرجاء )
Raja’ bermakna harapan. Al-Gazali
memandang raja’ sebagai senangnya hati karena menunggu sang kekasih datang
kepadanya. Sedangkan menurut al-Qusyairi raja’ adalah keterpautan hati kepada
sesuatu yang diinginkannya terjadi di masa akan datang. Sementara itu, Abu
Bakar al-Warraq menerangkan bahwa raja’ adalah kesenangan dari Allah bagi hati
orang-orang yang takut, jika tidak karena itu akan binasalah diri mereka dan
hilanglah akal mereka. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan ahli sufi diatas
dapat dipahami bahwa raja’ adalah sikap optimis dalam memperoleh karunia dan
nikmat Allah SWT yang disediakan bagi hambaNya yang saleh dan dalam dirinya
timbul rasa optimis yang besar untuk melakukan berbagai amal terpuji dan
menjauhi perbuatan yang buruk dan keji.
D.
Syauq ( الشوق )
Syauq bermakna lepasnya jiwa dan
bergeloranya cinta. Para ahli sufi menyatakan bahwa syauq merupakan bagian dari
mahabbah. Sehingga pengertian syauq dalam tasawuf adalah suasana kejiwaan yang menyertai
mahabbah. Rasa rindu ini memancar dari kalbu karena gelora cinta yang
murni.Untuk menimbulkan rasa rindu kepada Allah maka seorang salik terlebih
dahulu harus memiliki pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah. Jika
pengetahuan dan pengenalan terhadap
Allah telah mendalam, maka hal tersebut akan menimbulkan rasa senang dan
gairah. Rasa senang akan menimbulkan cinta dan akan tumbuh rasa rindu, rasa
rindu untuk selalu bertemu dan bersama Allah.
E.
Mahabbah ( المحبّة )
Cinta (mahabbah) adalah pijakan atau
dasar bagi kemuliaan hal.Seperti halnya taubat yang menjadi dasar bagi
kemuliaan maqam.Al-Junaid menyebut mahabbah sebagai suatu kecenderungan
hati.Artinya, hati seseorang cenderung kepada Allah dan kepada segala sesuatu
yang datang dari-Nya tanpa usaha. Adapun dasar paham
mahabbah antara lain dalam firman Allah:
$pkš‰r'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#qãZtB#uä`tB£‰s?ötƒöNä3YÏB`tã¾ÏmÏZƒÏŠt$öq|¡sù’ÎAù'tƒª!$#5Qöqs)Î/öNåk™:Ïtä†ÿ¼çmtRq™6Ïtä†urA'©!ÏŒr&’n?tãtûüÏZÏB÷sßJø9$#>o¨“Ïãr&’n?tãtûïÍÏÿ»s3ø9$#šcr߉Îg»pg䆒ÎûÈ@‹Î6y™«!$#Ÿwurtbqèù$sƒs†sptBöqs95OͬIw4y7Ï9ºsŒã@ôÒsù«!$#ÏmŠÏ?÷sãƒ`tBâä!$t±o„4ª!$#urììÅ™ºuríOŠÎ=tæÇÎÍÈ
“Hai orang-orang yang beriman,
barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan
mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya,
yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut
kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi
Maha Mengetahui.”(Q.S. Al-Ma idah : 54)
ö@è%bÎ)óOçFZä.tbq™7Åsè?©!$#‘ÏRqãèÎ7¨?$$sùãNä3ö7Î6ósリ!$#öÏÿøótƒurö/ä3s9ö/ä3t/qçRèŒ3ª!$#urÖ‘qàÿxîÒO‹Ïm§‘ÇÌÊÈ
“Katakanlah: “Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Q.S. Alu Imran
: 31)
Tokoh
utama paham mahabbah adalah Rabi’ah al-Adawiyah (95 H-185 H).Menurutnya, cinta
kepada Allah merupakan cetusan dari perasaan cinta dan rindu yang mendalam
kepada Allah.Konsep mahabbahnya banyak tertuang dalam syair-syairnya.
F.
Tuma’ninah( الطمأنينة )
Secara bahasa tuma’ninah berarti
tenang dan tentram. Tidak ada rasa was-was atau khawatir, tak ada yang dapat
mengganggu perasaan dan pikiran karena ia telah mencapai tingkat kebersihan
jiwa yang paling tinggi. Menurut al-Sarraj tuma’ninah sang hamba berarti kuat
akalnya, kuat imannya, dalam ilmunya dan bersih ingatannya. Seseorang yang
telah mendapatkan hal ini sudah dapat berkomunikasi langsung dengan Allah SWT.
G.
Musyahadah ( المشاهدة )
Dalam perspektif tasawuf musyahadah berarti melihat Tuhan dengan mata
hati, tanpa keraguan sedikitpun, bagaikan melihat dengan mata kepala. Hal ini
berarti dalam dunia tasawuf seorang sufi dalam keadaan tertentu akan dapat
melihat Tuhan dengan mata hatinya. Musyahadah dapat dikatakan merupakan tujuan
akhir dari tasawuf, yakni menemukan puncak pengalaman rohani kedekatan hamba
dengan Allah. Dalam pandangan al-Makki,
musyahadah juga berarti bertambahnya keyakinan yang kemudian bersinar
terang karena mampu menyingkap yang hadir (di dalam hati). Seorang sufi yang
telah berada dalam hal musyahadah merasa seolah-olah tidak ada lagi tabir yang
mengantarainya dengan Tuhannya sehingga tersingkaplah segala rahasia yang ada
pada Allah.
H.
Yaqin ( اليقين )
Al-yaqin berarti perpaduan antara
pengetahuan yang luas serta mendalam dan rasa cinta serta rindu yang mendalam
pula sehingga tertanamlah dalam jiwanya perjumpaan secara langsung dengan
Tuhannya. Dalam pandangan al-Junaid yaqin adalah tetapnya ilmu di dalam hati,
ia tidak berbalik, tidak berpindah dan tidak berubah. Menurut al-Sarraj yaqin
adalah fondasi dan sekaligus bagian akhir dari seluruh ahwal. Dapat juga
dikatakan bahwa yaqin merupakan esensi seluruh ahwal .
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kesimpulan
yang dapat diambil dari pembahasan maqam dan hal, diantaranya yaitu :
a. Maqam adalah tingkatan yang harus
ditempuh oleh para pejalan spiritual untuk sampai pada titik akhir tujuan.
b. Pada dasarnya konsep mengenai tingkatan
atau macam-macam maqam menurut ahli sufi berbeda antara satu dengan yang
lainnya, diantara mereka ada yang menyebutkan bahwa tingkatan tersebut terdiri
dari taubat, wara’, zuhud, faqr, shabr,
tawakkal dan ridha. Adapula yang membuat sistematika maqamat dengan taubat –
sabar – faqir – zuhud – tawakal – mahabah – ma’rifat dan ridha dan sebagainya.
c. Maqam sifatnya lebih dinamis dan aktif
karena merupakan usaha dari para salik sendiri.
d. Ahwal adalah keadaan yang dialami oleh
para salik di tengah-tengah perjalanan spiritualnya. Hal sifatnya lebih statis, karena ia merupakan anugerah
Allah yang timbulnya secara spontan pada diri sang salik tanpa ada usaha
terlebih dahulu.
e. Sebagaimana maqam, hal juga terdiri dari
beberapa macam. Diantaranya adalah muraqabah, khauf, raja’, syauq, Mahabbah,
tuma’ninah, uns, musyahadah, yaqin.
REFERENSI
Nata,
Abuddin, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers,1997)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar